BAB 12-14
Saya menyukai sikap masa bodoh Allan. Kejadian itu, saat ia ditahan oleh polisi rahasia di Iran. Saat ditangkap, ia tak memikirkan apa pun kecuali bisa makan dan tidur nyenyak. Tak ada yang lain, hanya itu yang ada di pikirannya. Padahal, nyawanya sedang terancam hukuman mati karena dirinya masuk negara orang tanpa izin. Tapi, bisa-bisanya yang ada di pikirannya hanya makan enak dan tidur nyenyak.
Hari sebelumnya, saat Allan memasuki Iran, ia ditemani oleh dua orang yang bertemu dengannya di gunung Himalaya. Allan tak tahu jika dua orang itu ternyata adalah orang-orang komunis. Dan Iran pada masa itu, adalah negara yang melarang keras komunisme.
Polisi rahasia Iran membunuh orang-orang komunis itu di depan Allan. Namun hebatnya, Allan tak merasa terancam dan malah bersikap begitu tenang. Sungguh, sebuah sikap masa bodoh yang begitu hebat dan keren. Saya yakin, jika kita berada di posisi seperti itu, mungkin kita sudah panik tak karuan.
Ketika Allan kemudian diinterogasi oleh kepala polisi, dengan pengalamannya yang segudang, mudah saja baginya untuk mengelabui si kepala polisi.
Kepala polisi banyak bertanya mengenai siapa Allan sebenarnya. Segala hal ditanyakan kepadanya. Seperti dari mana asalnya, kenapa bisa sampai di Iran, siapa dua orang yang menemaninya, dan bla… bla… bla…. Ia menjawab semua pertanyaannya itu dengan menceritakan segala pengalamannya. Bahwa ia ahli dalam masalah peledakkan, bahwa ia mahir dalam membuat bom. Sungguh suatu kebetulan. Karena ternyata, si kepala polisi sedang membutuhkan orang yang mengerti tentang bahan peledak seperti Allan. Ia dan si kepala polisi menjadi akrab, dan nyawanya pun selamat.
Kita patut belajar dari peristiwa tersebut. Bahwa salah satu hal terpenting dan berguna dalam hidup, adalah dengan maju mencari dan memperbanyak pengalaman. Experience is the best teacher.
Judul The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and Disappeared | Penulis Jonas Jonasson | Penerbit Bentang Pustaka | Tebal 508 hal | Peresensi Muhamad Nur Ihwan | Penyunting Ridwan Malik