Categories
Book Reviews Treasure

Petualang Kalem

Biodata

Dimulai dari kelahiran si kalem boy. Ia bernama Allan Emanuel Karlsson. Lahir di tengah keluarga kere yang untuk sekadar makan saja susah. Ayahnya merupakan seorang pejuang revolusioner bodoh, sedangkan ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga.

Saat ayahnya mati tertembak karena kebodohannya, ibunya yang hanya seorang ibu rumah tangga, kesusahan untuk mencari uang. Selama beberapa tahun, ibunya pun menjadi tulang punggung keluarga. Dengan sangat keras, ia mencoba memenuhi segala kebutuhan keluarganya. Namun pada akhirnya, selang beberapa tahun, ia pun terkena penyakit dan kemudian meninggal dunia.

Allan punya hobi yang bisa dibilang agak beda. Sedari kecil ia senang dan selalu bermain dengan alat peledak, seperti dinamit atau granat. Itulah yang kemudian menjadikannya, pada akhirnya, dikenal sebagai ahli bom.

Ada satu hal menarik dari Allan yang bisa ditiru. Meski ia seorang yang selalu senang dengan ledakan, tapi ia bukanlah orang yang meledak-ledak. Sebaliknya, sifatnya justru tenang dan dingin. Dalam menyelesaikan suatu permasalahan, ia selalu tenang, tak pernah terburu-buru. Ia selalu bersikap tenang dan dingin ketika masalah datang.

Peranan Teman

Dalam hidup, peran seorang teman sangatlah penting. Aku berani jamin, hidup akan terasa berat dan sulit tanpa teman. Ketika kita punya masalah dan butuh bantuan, jika memiliki teman, maka kita dapat meminta bantuan padanya.

Ada cerita yang menyebutkan bahwa, jika suatu masalah diselesaikan seorang diri, itu bagai membawa berton-ton masalah. Akan tetapi, jika suatu masalah diselesaikan bersama-sama, seberat apa pun masalahnya, hanya akan terasa seperti sekilo masalah.

Bakat Pembawa Berkah

Selama hidupnya, Allan hanya belajar mengenai seluk-beluk bom secara otodidak. Namun, berbekal kecerdasan dan pengalamannya, ia bisa menyelesaikan permasalahan di bidang pengeboman yang bahkan tidak bisa diselesaikan oleh ilmuan termasyhur di Amerika. Masa itu adalah masa Perang Dunia II, saat Amerika kemudian menjatuhkan bom atom di tanah Nippon, Hiroshima dan Nagasaki.

Karena keberhasilannya memecahkan permasalahan di bidang pengeboman, dan atas jasanya kepada Amerika, Allan langsung dipanggil oleh Wakil Presiden yang ketika itu menggantikan Presiden. Ia dan Wakil Presiden Amerika pun menjadi dekat dan akrab. Sehingga setiap kali ia memiliki masalah, atau saat ia membutuhkan bantuan, Wakil Presiden Amerika itu akan selalu siap sedia untuk membantunya.

Asahlah bakat kita sampai benar-benar tajam. Sehingga di kemudian hari, ketika hidup menjadi begitu liar dan tak terduga, ia bisa menyelamatkan diri kita.

Keberanian Mengambil Resiko

Allan tidak suka berdiam diri tanpa melakukan sesuatu. Apa pun pekerjaannya, dan dengan siapa ia bekerja, tak pernah menjadi soal untuknya. Itulah yang membuatnya kemudian bisa bekerja dengan siapa pun, entah golongan kiri atau kanan.

Hanya saja, orang seluwes Allan pun ternyata tak bisa menghindar dari masalah. Justru karena keluwesan dan sikapnya yang tak pernah berprasangka terhadap orang, ia sering kali terjebak ke dalam situasi yang berbahaya.

Di Teheran, Iran, Allan pernah ditangkap oleh pihak berwajib. Itu karena ia memiliki rasa simpati yang begitu tinggi terhadap orang-orang komunis. Padahal, tak satu pun dari orang-orang komunis tersebut dikenalnya. Rasa simpatinya murni muncul dari hati nuraninya.

Hebatnya Allan, meski sering terjebak di dalam situasi hidup dan mati, tapi ia tak pernah takut mati. Ia selalu tenang dan dingin. Karena katanya, kematian sudah jadi ketetapan. Semua orang pasti mati. Semua orang akan mati. Kalau aku ada di posisinya, misalnya di posisinya saat ditangkap aparat di Teheran, mungkin aku sudah kencing di celana.

Dari Allan aku belajar, bahwa kehidupan sudah satu paket dengan kematian. Suka atau tidak, kematian pasti datang menjemput kehidupan. Setiap orang membawa takdirnya masing-masing, dan tak bisa lari darinya. Untuk itu, bagi Allan, tak ada takdir yang harus ia sesali. Begitulah cara ia percaya kepada Tuhan, kepada Sang Pembuat Takdir; dengan selalu menerimanya tanpa banyak mengeluh dan putus asa.

Tak bisa lari dari takdir….

Tak ada yang kau sesali untuk takdir yang telah berlalu….

Allan Emanuel Karlsson

Kesosialan Itu Penting

Aku memetik banyak pelajaran dari pengalaman hidup Allan. Di antara yang paling membuatku banyak merenung adalah perihal keluarga dan orang-orang terdekat seperti teman dan sahabat.

Keluarga adalah tempat untuk kembali. Sejauh apa pun kita pergi, sebaik-baiknya tempat kembali adalah kelurga. Mau dalam keadaan baik atau buruk, susah atau senang, keluarga akan selalu ada untuk kita. Begitu juga dengan teman dan sahabat. Mereka adalah orang-orang yang akan siap sedia untuk membantu kala kita mengalami kesulitan dalam hidup. Maka dari itu, jangan memutus kontak dengan orang-orang yang senantiasa ada untuk kita.

Selanjutnya, selain perihal keluarga dan orang-orang terdekat, aku juga banyak belajar bagaimana seorang Allan menyikapi dan menyelesaikan masalah. Lagi-lagi, aku tak akan bosan untuk memujinya. Aku ingin seperti dirinya yang bisa menyikapi masalah dengan dingin, yang bisa menyelesaikan masalah dengan tenang.

Andai aku punya teman seperti Allan, aku akan bisa belajar secara langsung bagaimana caranya menyelesaikan masalah dengan tenang. Aku akan menyerap segala ilmunya. Aku akan mempraktikkan segala pengalamannya. Supaya kemudian, aku dapat menjalani kehidupan dengan tenang dan damai dalam penuh rasa syukur.

Knowledge is important, but capability is more important.

Allan Emanuel Karlsson

Bodoh Tak Berarti Gagal

Allan ditahan di sebuah pelabuhan yang aku lupa namanya. Di pelabuhan itu, para tahanan dihukum kerja paksa di sebuah kamp pinggir laut bernama Gulag. Saat ditahan, tak disangka, ia bertemu teman dekatnya, Herbert Enstein, adik dari Albert Enstein. Berbeda dengan Albert yang pintar, Herbert adalah seorang bodoh. Tapi kupikir, sepertinya kata “bodoh” tak cukup mewakili kemampuan otaknya. “Tolol.” Nah, ini baru terdengar enak dan persis menggambarkan dirinya.

Kadang aku pikir, punya teman seperti Herbert akan banyak menghibur saat keadaan mulai jenuh. Daripada punya teman pintar tapi munafik, mending punya teman bodoh tapi jujur dan solid. Maka beruntunglah Herbet yang berteman dengan orang seperti Allan yang tak pernah pilih-pilih teman.

Allan dan Herbert kemudian menjadi sepasang teman yang saling melengkapi. Allan dengan kejeniusannya, dan Herbert dengan kebodohannya. Ternyata, saat kejeniusan dan kebodohan digabungkan, hasilnya adalah sempurna. Berkat kerja sama antara Allan dan Herbert, keduanya pun akhirnya dapat menghancurkan Gulag. Saat mengetahui Gulag hancur, Kamerad Stalin lantas terkena stroke, dan lalu meninggal.

Begitulah kolaborasi. Bisa memungkinkan ketidakmungkinan.

Kerja sama menghasilkan hasil yang maksimal

Allan Emanuel Karlsson

Sindiran

Sayang sekali, orang luar ternyata memandang negeriku sebagai negeri matre. Semua aman kalau ada duit. Semua bisa, dan mungkin, dan halal kalau ada duit. Asal ada duit, di Indonesia, anda bisa melakukan apa pun.

Sepertinya negeri kita harus ganti nama. Jadi Negara Kesatuan Republik Uang atau NKRU, atau jadi apa gitu. Di negeri yang segalanya bergantung pada uang, kalau kamu punya iq 0 pun, rasanya kamu bisa jadi seorang presiden.

Saat Jonas Jonasson, di dalam novelnya, menggambarkan Indonesia sebagai negara matre alias mata duitan, jujur aku merasa malu. Padahal bukankah Indonesia sering mendaku sebagai negeri surga? Punya sumber daya alam melimpah, yang mungkin tak akan habis dibagi tujuh turunan dikali dua ratus lima puluh juta warganya?

Aku sadar, ternyata negeriku itu lebih dekat ke neraka daripada surga.

Judul The 100-Year-Old Man Who Climbed Out Of The Window and Disappeared | Penulis Jonas Jonasson | Penerbit Bentang Pustaka | Tebal 508 hal | Peresensi Edwin Januar Mahendra | Penyunting Ridwan Malik

By Edwin Mahendra

saya Edwin Mahendra umur 17 tahun sekolah di amunul ummah creativ boarding school

Leave a Reply