Kecerdasan Menentukan Dirimu
Aku pernah bertanya kepada guruku:
“Apa orang pintar akan dihargai walau dia tak punya kekayaan?”
“Ya, saat kau tinggal di luar negeri dan minggat dari Indonesia,” jawabnya.
Aku kira itu sangat tepat. Aku ingat saat Allan mengeluarkan ide-ide tentang bagaimana meledakkan bom dengan skala besar. Caranya dengan menempelkan peledak sehari-hari di belakang bom, yang dapat diaktifkan dari jarak jauh. Cara itu akan mengirim massa tak kritis uranium -235 untuk bertemu dengan massa lainnya. Booom!
Karena kecerdasannya, Allan sering kali mendapat kemudahan dan rezeki. Misalnya, ia pernah diajak oleh Harry Truman untuk makan-makan di restoran Meksiko. Aku kadang-kadang berpikir, di tengah situasi genting, ia selalu mendapat kenikmatan. Kecerdasannya membuat ia bisa selalu berdekatan dengan orang-orang berpengaruh semisal presiden dan ilmuwan.
Allan merupakan seorang yang sederhana dalam berpikir, tidak ribet. Kadang aku ingin bisa berpikir seperti dirinya, tapi rasanya akan cukup sulit. Entah kenapa. Aku jadi teringat dengan kelompok orang-orang nakal di sekolahku. Mereka bisa memutuskan sesuatu dengan cepat dan pasti serta tentu saja sanggup menanggung segala risikonya. Allan dan orang-orang nakal punya satu kesamaan, yakni, cepat dalam memutuskan sesuatu, antara “Ya” dan “Tidak.”
Selanjutnya, ini adalah bukti bahwa hidup akan jadi lebih mudah jika otak dilibatkan di dalamnya. Allan hanyalah seorang tua renta, berusia seratus tahun dengan wajah sayu dan jalan tertatih-tatih. Hanya saja, melalui kecerdasannya, walau dengan pembawaan yang telah bau tanah, ia bisa mengalahkan seorang gangster garang semacam Bucket. Ia berhasil menjebak Bucket untuk kemudian tertindih seekor gajah dan kotorannya. Ya, pelajarannya, saat kau memberi ruang untuk otakmu bekerja, kau akan menang dalam pertarungan.
Semua Didasari Ambisi
Ada hal menarik pada bab dua belas. Itu ketika Benny menyogok kakaknya, Bosse, untuk meminta tempat tidur. Dalam hal ini, aku pikir, uang memang selalu menjadi kunci untuk segala permasalahan. Mungkin, itulah mengapa di Indonesia angka orang korupsi sangatlah tinggi.
Dalam buku yang membahas Manusia Menurut Teori Marx, aku membaca bahwa untuk mencapai keuntungan, manusia akan selalu mendasarkan dirinya pada ambisi dan keinginan. Aku lupa kutipan aslinya bagaimana, tapi aku yakin intinya seperti itu. Secara gamblang, Marx menggambarkan bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki sifat pragmatis.
Apa yang dijelaskan oleh Marx kurasa tak keliru. Saat belajar sejarah, aku banyak mengetahui bahwa perpecahan dan peperangan antar bangsa intinya hanya perihal pembagian makanan saja. Semua hanya urusan perut. Kalau aku boleh berandai-andai, sepertinya akan seru jika orang-orang di seluruh dunia menyepakati bahwa uang hanyalah kertas yang tidak berguna. Kehidupan akan menjadi lebih santai, dan tumpukan uang di bank akan menjadi sampah belaka.
Terlalu Naif Bisa Membuatmu Celaka
Pada bab tiga belas, aku diajak untuk menelusuri masa lalu Allan. Ia pernah dituduh sebagai komunis, dan dipenjarakan bersama seorang pendeta bernama Kevin Ferguson. Kevin Ferguson ini, adalah pendeta yang memiliki ambisi untuk menyebarkan agama yang ia anut kepada orang-orang, tak terkecuali kepada Allan.
Kevin Ferguson merupakan seorang pendeta yang gigih dan teguh pendirian. Aku teringat, ia capek-capek berusaha meyakinkan orang-orang yang ditemuinya untuk memeluk agama yang diyakininya. Hanya saja, usahanya tak ada yang berhasil. Hasilnya nol. Tak ada yang ingin mengikutinya. Namun meski begitu, ia tetap gigih melanjutkan perjuangannya. Tak peduli apa pun hasilnya.
Kupikir pendeta Ferguson agak sedikit naif juga. Aku ingat saat ia menyapa tahanan yang kabur dari penjara komunis, dan dor! Pengawal itu menembaknya. Sudah tahu orang yang disapanya itu seorang tahanan, tapi karena kenaifannya malah tetap disapa.
Saat aku membaca bagian itu, aku jadi tahu dan sadar bahayanya menjadi orang naif. Salah satu akibatnya, misalnya, aku bisa saja dibodohi oleh teman-temanku. Sehingga kemudian, aku menjadi orang yang tampak konyol.
Judul The 100-Year-Old Man Who Climbed Out Of The Window and Disappeared | Penulis Jonas Jonasson | Penerbit Bentang Pustaka | Tebal 508 hal | Peresensi Salma Damayanti Khoerunissa | Penyunting Ridwan Malik