Abu Aqila
Benarkah ada orang yang bisa berjalan di atas air? Betulkah ada orang yang bisa terbang? Benarkah ada orang yang bisa shalat Jumat di Tanah Makkah sementara fisiknya ada di Indonesia? Betulkah ada orang yang tidak mempan ditembus peluru dan senjata tajam? Adakah manusia yang bisa kawin dengan jin?
———————————————————
Raja yang dimaksud adalah sebuah sikap yang terbentuk dari orang beriman yang tegas dan tanpa kompromi dalam menghadapi tipu daya setan dari golongan jin, sebagaimana raja-raja terdahulu yang sangat diktator terhadap rakyatnya. Disebut raja jin berarti setiap orang beriman hendaknya memeahami bahwa setan dari golongan jin adalah musuh yang nyata yg tidak boleh ada kompromi dalam melawannya. sikap ini sudah ada sejak zaman nabi-nabi terdahulu dan begitupula sikap Rasulullah SAW dan para sahabat beliau.
Sikap inilah yang didapatkan dari guru kami KH. Kasman Suja’i(alm)yang oleh A. Hassan beliau disebut “Raja Jin” setelah melihat ketegasannya dalam mengusir jin yangbersarang dalam tubuh manusia. -Abu Aqila-
——————————————————
Judul buku tersebut memang mengundang perhatian. Masalah jin dan alam gaib lainnya masih kerap jadi pertanyaan dan membingungkan bagi sebagian orang Islam. Informasi yang berkembang di masyarakat tentang jin dan alam gaib lainnya
seringkali simpang siur, terlampau dibumbui, dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
Di tengah pemahaman sebagian anggota masyarakat yang masih relatif minim tentang alam gaib, ada segelintir orang yang mencoba menangguk untung di air keruh. Mereka mengarang-ngarang cerita mengenai kesaktian dan kedigdayaan seseorang
(dukun, kiai, paranormal, guru spiritual), atau bahkan mengagungkan kesaktian dirinya sendiri. Mereka mengaku memiliki berbagai macam kesaktian dan kelebihan seperti dicontohkan di awal tulisan ini, misalnya tidak mempan dibacok dan ditembak, bisa berjalan di atas air, bisa shalat di atas sungai, bisa berada di dua atau tiga tempat sekaligus dan sebagainya.
Buku yang ditulis oleh Abu Aqila ini membantah keras cerita-cerita kesaktian di atas. “Kalaupun seseorang bisa shalat di atas air, untuk apa dia shalat di atas air? Bukankah Tuhan menyuruh kita shalat berjamaah di masjid dan mushalla?” ujar Abu Aqila.
Ketika ditanya tentang orang yang shalat Jumat sekaligus di dua tempat –Indonesia dan Arab Saudi — dia pun menegaskan bahwa hal itu hanya merupakan kebohongan belaka. “Bagaimana mungkin shalat Jum’at di Indonesia dan Masjidil Haram Makkah dalam waktu bersamaan, sedangkan antara Indonesia dan Arab Saudi terdapat perbedaan waktu enam jam? Ini ‘kan namanya ‘ngarang!” tandasnya.
Adakah manusia yang bisa kawin dengan jin? Hal itu dijawab tegas oleh penulis,”Tidak ada manusia yang mampu kawin dengan golongan jin.” (hlm 13). Lalu, bagaimana tentang orang yang tidak mempan dibacok dan ditembak? Penulis
menegaskan, hal itu pun tidak mungkin. Sebab, sunnatullah manusia itu, bila terkena bacokan dan peluru tajam, pasti akan terluka. Kalau tidak terluka, itu karena sihir atau tipuan jin.
Tentang hal ini menarik kalau kita menyimak uraian Prof Dr Buya Hamka (alm). Suatu hari Beliau ditanya mengenai ayat-ayat Al Qur’an yang dijadikan azimat, ditulis di secarik kertas, lalu dimasukkan dalam dompet. Banyak orang percaya bahwa azimat tadi dapat menangkal bahaya, termasuk tidak mempan dibacok dan ditembak. Bagaimanakah hukumnya?
Dengan diplomatis, Hamka menjawab, kalau memang azimat itu dianjurkan oleh Nabi, pastilah para sahabat Nabi sudah lebih dulu melaksanakannya. Sebab, para sahabat adalah orang-orang yang selalu berlomba-lomba melaksanakan perintah Al Qur’an dan Nabi Muhammad. Nyatanya, kata Hamka, sahabat Umar, Ustman, maupun Ali matinya karena dibunuh. Banyak umat Islam sekarang yang mengambil ayat-ayat Al
Qur’an hanya kulitnya, bukan isinya! Mereka menjadikan Al Qur’an sebanyak azimat, bukan mengamalkan isi kandungan Al Qur’an dalam kehidupan kesehariannya,demikian tegas Hamka yang termuat dalam bukunya, Hamka Menjawab Soal-soal
Islam).
Lewat bukunya ini, Abu Aqila mengajak setiap muslim untuk kembali ke ajaran syariat (tuntunan agama Islam). Diakui, umat Islam tidak boleh menafikan hal-hal yang gaib — termasuk jin — yang diperintahkan Allah untuk diyakini
keberadaannya. Namun, ada batasan yang dapat dan tidak boleh diketahui oleh manusia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan alam gaib. Misalnya soal wajah dan bentuk tubuh jin. “Umat Islam harus menyadari bahwa perkara yang
berhubungan dengan wajah dan bentuk tubuh jin adalah perkara gaib yang tidak dapat ditentukan dengan praduga (zhann).”
Selama ini, karena keterbatasan pemahaman, banyak orang Islam yang takut pada jin dan setan. Mereka takut kena kutuk, diganggu, digoda, bahkan disakiti oleh jin dan setan. Padahal, setan merupakan musuh Allah dan orang yang beriman. “Sejak kecil, tradisi kita mengajarkan untuk takut kepada setan, namun setelah membaca buku ini, hendaknya tradisi itu harus segera kita tinggalkan.”
Seorang muslim sejati, kata penulis buku ini, tidak pernah takut kepada setan. Itulah pesan utama buku ini. Penulis mencontohkan kekuatan sahabat Umar bin Khaththab. Setan akan lari tunggang langgang ketika mendengar suara terompahnya sewaktu Umar berjalan. Ketika ada yang kesurupan jin, Imam Syafi’i hanya menitipkan terompahnya untuk dipukulkan ke kening orang yang kesurupan tersebut.
Rasulullah saw mengusir jin yang bersarang di tubuh seorang anak yang gila karena gangguan jin hanya dengan menepuk punggungnya dan mengucapkan, “Aku melaknatmu dengan laknat Allah dan keluarlah, hai musuh Allah.”