Perjalanan Allan yang sangat panjang dan mengesankan membuatku iri. Aku iri karena, dalam memutuskan sesuatu, ia selalu memutuskannya dengan cepat dan berani.
Bagian demi bagian kubaca, dan aku seperti masuk ke dalam alur ceritanya. Semakin waktu terus berputar, semakin jauh pula perjalanan Allan. Tak disangka-sangka, ternyata perjalanannya sampai juga di negaraku, Indonesia.
Hatiku tergerak tatkala membaca bahwasanya Allan, bukanlah tipe orang yang menaruh harap dan menyimpan takut terhadap hal-hal yang akan terjadi. Yang terjadi, biarlah terjadi. Tak perlu menebak-nebak.
Dulu, aku selalu takut dalam menghadapi hari esok. Takut tak bisa melakukan apa yang orang lain bisa lakukan. Takut untuk keluar dari zona nyaman. Takut ini, takut itu. Takut begini, takut begitu. Dan kadang-kadang, hal tersebut masih berlaku sampai saat ini.
Aku pernah menceritakan hal itu kepada kakak kelasku. Jawaban yang ia berikan, atau bisa disebut solusi ialah:
“Untuk apa takut pada hari esok? Toh, ada Allah yang selalu bersama kita. Jalani aja weh. Satu lagi, libatkan Allah dalam setiap urusanmu.”
Aku tergerak dan termotivasi dengan apa yang dikatakannya. Aku mencoba menjalankan apa yang ia sarankan, dan hasilnya memang bagus. Aku mulai berani karenanya. Rasa takutku perlahan mulai menipis.
Namun seiring berjalannya waktu, tanpa kusadari, rasa takut itu perlahan kembali. Sepertinya karena kekurangan motivasi. Hingga tiba saat aku membaca part 16 dalam novel Jonas Jonasson. Sejak itu, aku ingin berterima kasih pada Tuhan karena telah memberiku petunjuk atas apa yang menimpaku, yakni ketakutan.
Dari sana, aku berniat untuk menjadi seperti Allan. Lebih tepatnya, berusaha untuk tidak menyimpan rasa takut, dan berhenti menebak-nebak apa yang akan terjadi. Apa pun yang akan terjadi padaku, biarlah terjadi. Mau itu baik, ataupun buruk.
Judul The 100-Year-Old Man Who Climbed Out Of The Window and Disappeared | Penulis Jonas Jonasson | Penerbit Bentang Pustaka | Tebal 508 hal | Peresensi Salsaliza Nurfitri Solehah | Penyunting Ridwan Malik