EnglishArabicIndonesian
Categories
Book Reviews Treasure

Kultur Kerja

Siapa yang ingin menyanggah kemajuan Jepang? Sebagai sebuah negara maju dan modern, Jepang banyak dijadikan kiblat bagaimana sebuah negara harusnya mengurus diri.

Pencapaian Jepang dalam menjadi negara maju dapat dibilang sangat cepat. Dalam kurun waktu kurang dari seratus tahun, Jepang bisa mengejar segala ketertinggalan. Kemajuan itu juga setimpal dengan usaha, perjuangan, dan kegigihan mereka. Dan mujurnya, Jepang dipenuhi oleh orang-orang yang sangat disiplin dan bertanggung jawab. Apa pun yang dikerjakan, mereka akan mengerjakannya sebaik mungkin. Malah, bisa sangat perfeksionis.

Kedisiplinan, usaha, perjuangan dan kegigihan orang-orang Jepang digambarkan dengan baik dalam novel Norwegian Wood. Bus tak pernah kosong dari pagi sampai dini hari. Berangkat pagi pulang pagi. Terkadang, mereka bisa kerja lebih dari 24 jam. Benar-benar melebihi kapasitas normal manusia. Maka tak aneh, jika banyak dari mereka selalu mencari pelampiasan. Bisa minum alkohol atau seks. Setidaknya, dua hal itu bisa melepas lelah dan memberi rasa tenang setelah seharian kerja. Walau mungkin hanya sesaat.

Di Jepang, semua orang sangat menghormati pekerjaan. Mereka tidak pernah membeda-bedakan pekerjaan. Meski hanya sebagai pencuci piring, mereka akan tetap bekerja dengan tingkat kedisiplinan dan totalitas maksimum.

Sulit untuk mengekspresikan secara akurat bagaimana gilanya orang-orang Jepang terhadap kerja. Intinya, apa pun pekerjaan atau tugasnya, mereka akan selalu mengerjakannya dengan sangat baik. Karena keuletan dan kedisiplinannya, mereka akan selalu berusaha memberikan hasil yang benar-benar di luar batas. Dalam perkara keuletan dan kedisiplinan kerja, Jepang adalah negara yang patut untuk ditiru.

Watanabe adalah contoh. Walau ia hanya bekerja paruh waktu dengan gaji yang tidak terlalu besar, tapi ia selalu bekerja dengan penuh totalitas. Sangat berbanding terbalik dari kebiasaan orang-orang di Indonesia. Jika upahnya kecil, kerjanya pun akan seadanya. Bahkan, jika upahnya besar sekalipun, kebanyakan dari orang-orang Indonesia akan kerja seadanya saja. Kalau tak percaya, tengok saja para anggota dewan dan pejabat.

Hanya saja, hidup selalu tentang dua sisi mata koin. Jepang yang telah unggul begitu jauhnya pun tak luput dari kekurangan. Memang, dalam hal materi, Jepang patut diacungi jempol. Tapi jangan salah, banyak hal yang hilang saat orang-orang Jepang sangat gila akan kerja. Seperti, kurangnya bersosialisasi.

Kebanyakan dari mereka menganggap nongki atau jalan-jalan adalah hal yang benar-benar tidak berguna. Membuang-buang waktu. Dan daripada dihabiskan untuk mengerjakan aktivitas tak berguna tersebut, jika punya waktu, sebaiknya digunakan untuk kerja saja. Namun ternyata, kerja terus pun hasilnya tak baik juga. Buktinya, banyak dari mereka yang kemudian kesehatannya terganggu. Menjadi kurang bersosial, sendirian, serta terus dibayangi perasaan takut dipecat. Dalam keadaan seperti itu, mereka jadi lupa caranya bahagia. Akibatnya, banyak dari mereka yang kemudian memilih untuk bunuh diri.

Di Jepang, kasus bunuh diri karena tekanan pekerjaan sangatlah tinggi. Karena itulah, walau di sana seks sangat mudah dan bebas, tapi fatalitas jauh lebih tinggi daripada natalitas. Maka dari itu, dari tahun ke tahun, tingkat populasi di Jepang terus menurun.

Mengetahui bagaimana ngerinya kasus bunuh diri di Jepang, aku pun jadi bersyukur. Karena kurasa, sebagai orang Indonesia, aku selalu tahu bagaimana caranya bahagia. Mau itu sedang banjir, bokek, tugas numpuk atau banyak hutang. Kata kuncinya hanyalah bersyukur.

Uang belum tentu membuatmu bahagia. Namun jika kamu bahagia, rasanya akan melebihi segala macam uang. 

Reni Saputri
Judul Norwegian Wood | Penulis Haruki Murakami | Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia | Tebal 423 hal | Peresensi Reni Saputri| Penyunting Ridwan Malik

By Reni Saputri

D'amour Mou Castivaz

Leave a Reply