EnglishArabicIndonesian
Categories
Book Reviews Reading novels Treasure

Membaca Mr. Steinbeck

Novel yang telah selesai aku baca berjudul Of Mice and Men, karya John Steinbeck. Novel ini menceritakan tentang satu tragedi manusia yang sangat menantang. Rasanya sangat campur aduk ketika aku membacanya. Apalagi saat aku tahu kalau akhirnya George Milton membunuh sahabat karibnya, Lennie Small. Merinding.

Awal-awal membaca, aku sedikit kesulitan dan tak terlalu paham membacanya. Terutama karena kalimat-kalimat yang membuatku kebingungan. Mungkin karena ini buku terjemahan, jadi aku harus menyesuaikan atau beradaptasi dulu dengan cara berceritanya. Namun setelah lewat dua bab, aku mulai bisa menikmati cerita yang diceritakan.

Hal yang paling membekas buatku setelah membaca novel ini salah satunya adalah perlakuan-perlakuan rasis. Rasisme adalah anggapan bahwa bawaan biologis bisa berpengaruh pada kualitas seseorang. Misalnya, banyak di antara kita yang masih menganggap orang Papua itu bodoh karena mereka hitam dan kelakuannya sering disebut seperti monyet. Padahal, pintar atau bodohnya seseorang kan tidak bisa dilihat dari warna kulit.

Rasisme memiliki berbagai macam jenis, salah satunya adalah apartheid, atau pemisahan masyarakat berdasarkan warna kulit. Jadi dulu di Afrika penjajah kulit putih memisahkan dirinya dari pribumi kulit hitam. Tujuannya supaya orang-orang kulit putih bisa mempertahankan dominasi dan terus menindas orang-orang kulit hitam.

Berhubungan dengan apartheid, aku jadi teringat masa kanak-kanakku. Dahulu, aku dan teman-temanku pernah melakukan hal tersebut.

Sewaktu SD, kalau tak salah saat kelas lima, aku mempunyai banyak teman. Mereka semua berbeda. Ada yang kaya, miskin, putih, hitam, cantik, ganteng, jelek, baik, jahat, tinggi dan pendek. Seperti kebiasaan anak sekolah, dulu aku mempunyai circle atau geng sendiri. Circle-ku ini terdiri dari lima orang, dan diketuai oleh teman yang sebangku denganku. Semua orang yang ada di circle-ku adalah orang-orang yang  famous di sekolah. Nah, ceritanya ada satu siswa yang memiliki warna kulit berbeda yang ingin sekali masuk ke dalam circle, tapi selalu ditolak oleh ketua kami. Alasannya sederhana, karena dia orang yang berkulit hitam. Tak sampai di situ. Saat kami sedang berkumpul untuk sekadar jajan atau bermain, ketua circle selalu menasihati kami untuk tidak berteman dengan dia (si kulit hitam). Katanya, dia takut kalau nanti kulit kami juga akan berubah menjadi hitam.

Aku dulu menurut saja. Karena aku tidak tahu dan menganggap bahwa itu adalah hal yang sepele, yang banyak dilakukan juga oleh geng-geng yang lain di sekolah. Aku baru tahu sekarang, kalau perbuatanku dan teman-temanku itu bisa menjatuhkan mental seseorang. Menurutku perbuatan rasis benar-benar harus dihentikan. Karena bagi orang-orang yang memiliki mental tidak kuat, dia pastinya akan merasa sedih ataupun marah dan bahkan bisa saja mengakhiri hidupnya akibat perlakuan rasis yang didapatkannya.

Setelah aku mempelajari rasisme dan macam-macam bentuknya dari novel ini, aku jadi sadar dan merenungi peristiwa rasis yang yang pernah aku lakukan. Dan aku menjadikan kejadian itu sebagai pelajaran supaya aku tidak bersifat rasis lagi.

*

Kembali lagi pada novel Of Mice and Men. Dalam novel ini ada karakter bernama Crooks, dan dia adalah orang yang menjadi korban rasisme. Dia memiliki warna kulit hitam, dan disebut “Si Negro” penjaga kandang oleh pekerja lain.

Crooks punya tubuh yang condong ke kiri karena tulang punggungnya bengkok. Matanya terbenam dalam-dalam di wajahnya, dan kulitnya hitam lekat. Keadaan fisiknya itu membuat Crooks dipisahkan dari pekerja yang lain. Dia tinggal sendirian di kamar terpisah, dekat kandang kuda. Tak ada seorang pun yang menjadi temannya, dan tak seorang pun boleh masuk ke dalam kamarnya. Crooks merasa terasing, dan oleh karena itu, dia menuntut orang-orang untuk tidak terlalu dekat dengannya. Crooks ingin menjaga jarak terhadap orang-orang di sekitarnya.

Oh ya, ada satu kalimat Crooks yang paling aku ingat. Dia berkata pada George, “Siapa pun bisa sinting kalau tak punya orang dekat. Tak peduli separah apa pun orangnya, asalkan ia akan selalu ada untukmu.” Perkataan inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa aku terus membaca novel ini hingga akhir. Benar apa yang dikatakannya. Manusia memang makhluk sosial yang pastinya saling membutuhkan satu sama lain. Siapa pun pasti membutuhkan teman atau pasangan.

Aku sendiri pun merasa sangat kesepian saat teman dekatku sudah tak lagi denganku. Meski ada beberapa teman lainnya, tapi tanpa teman yang benar-benar dekat, aku tetap merasa sangat kesepian. Meski begitu, teman yang tak terlalu dekat bukannya tak berguna. Kalau dipikir-pikir, seiring berjalannya waktu, mereka pun bisa mengisi kesepian di dalam hidup. Aku bersyukur karena aku masih mempunyai teman.

Aku bersyukur punya teman-teman karena aku bisa melakukan hal yang sangat menyenangkan dan juga menyedihkan. Teman-temanku sering melakukan hal konyol yang membuatku terhibur. Tapi terkadang, aku dan teman-teman pun sering merasa sedih gara-gara bertengkar soal hal sepele. Kadang aku pun merasa bosan, tapi bagaimanapun, sebosan apa pun keadannya, pada akhirnya aku pasti akan sangat membutuhkan mereka.

Aku ingatkan sekali lagi kepada kalian, bahwasannya apa yang dikatakan Crooks itu benar. Sejahat apa pun teman kita, seburuk apa pun sikapnya, pada akhirnya kita pasti akan tetap membutuhkan seseorang untuk menemani. Pada akhirnya, kita hanya manusia yang selalu terikat untuk saling membutuhkan satu sama lain.

Judul Of Mice and Men | Penulis John Steinbeck | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Tebal 144 hal | Peresensi Salwa Juliyanti | Penyunting Ridwan Malik

Leave a Reply