Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, malas adalah tindakan tidak mau bekerja atau melakukan sesuatu. Adanya sifat malas dalam diri sendiri sudah lumrah. Semua orang berpotensi untuk memiliki sifat malas. Bukan hanya ada pada anak-anak dan remaja saja, orang dewasa pun kadang-kadang juga dihinggapi oleh rasa malas. Yang tidak lumrah adalah jika malas itu berlebihan atau berkepanjangan.
Malas berlebihan seperti inilah yang harus dihindari atau dicegah pada diri seseorang khususnya siswa sekolah. Sifat malas belajar pada siswa ditandai dengan banyak hal. Seperti sering bolos, terlambat datang ke sekolah, tidur di kelas, atau memainkan ponsel saat pembelajaran sedang berlangsung, dan banyak hal lainnya.
Sifat malas pasti merugikan diri siswa sendiri. Hal ini sebenarnya diketahui dan disadari oleh siswa, tapi siswa tak berdaya melawan malas yang melekat pada dirinya. Akibatnya, kemalasan telah sewenang-wenang mempermainkan diri siswa, bahkan siswa jadi lupa kalau sifat malas itu merugikan diri sendiri.
Maka dari itu sudah tidak aneh lagi jika ada seseorang yang mengatakan kalau dia malas untuk belajar. Banyak sekali beragam alasan dari setiap orang tentang malasnya belajar. Kelelahan adalah salah satu penyebabnya, ia bisa berpengaruh pada mood belajar kita. Saya sendiri sering kali mengalami hal tersebut. Jika kelelahan atau kurang tidur biasanya menyebabkan mood menjadi rusak ketika kelas dimulai. Kurang tidur juga bisa membuat belajar begitu membosankan, hingga terkadang di saat belajar kita hanya ingin tidur atau bolos jam pelajaran.
Ada alasan lain yang menurut saya membuat rasa malas saya naik drastis, yaitu ketika guru hanya masuk untuk mengisi presensi dan memberikan murid beberapa tugas untuk dikerjakan tanpa memberikan pengertian yang jelas. Kenapa itu bisa berpengaruh pada malasnya siswa untuk belajar? Tentu karena tidak ada masukan materi sama sekali dari guru untuk memahami tugas yang diberikan.
Terkadang metode yang diajarkan guru membuat siswa bosan untuk belajar. Misalnya, guru yang mempunyai pola ajar cepat, jika si paling pintar sudah mengerti maka yang lain juga dianggap paham dan selesai sudah pembelajaran. Sungguh sangat disayangkan. Apalagi siswa yang masih terkendala pembelajaran jarak jauh (PJJ), tentu mereka sangat kesulitan dalam memahami materi. Sehingga banyak siswa yang memberontak pada aturan, seperti memainkan handphone saat jam pelajaran, membolos dan lain sebagainya. Oleh karena itu guru-guru diharapkan dapat menyampaikan materi dengan singkat, jelas dan padat.
Menurut Nanda Saputri dalam Shutterstock, bahwa tidak semua anak punya daya konsentrasi yang tinggi. Perhatikan, apakah anak cepat bosan saat baru belajar atau anak mudah terganggu konsentrasinya bila ada hal-hal yang terjadi di sekitar. Bila anak terlihat seperti itu, baiknya mengatur jam belajar yang tidak terlalu lama, tapi efektif.
Cara belajar anak itu bermacam-macam, tak selalu dengan duduk tenang sambil membaca buku. Ada anak yang cara belajarnya dengan mendengarkan, ada yang memerlukan visual, ada pula dengan mengingat. Cari tahu bagaimana gaya belajar si anak, siapa tahu selama ini ia malas belajar karena cara belajarnya yang tidak sesuai.
Yang terakhir, anak juga bisa malas belajar karena ia tidak merasa cukup tertantang dengan hal-hal yang ia kerjakan. Hal itu biasanya terjadi pada anak-anak yang punya kecerdasan lebih. Tidak adanya tantangan, membuatnya menarik diri dengan tidak mengerjakan tugas, atau tidak ingin belajar apa-apa. Bila anak termasuk dalam tipe ini, coba buat suasana belajar lebih menantang, seperti mengadakan kuis dadakan.
Malas Menurut Islam
Bagaimana pandangan Islam mengenai kemalasan dalam diri manusia? Islam sudah sejak lama memberikan peringatan untuk masalah seperti ini, contohnya banyak doa-doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT untuk terbebas dari kemalasan, kemiskinan, kefakiran dan lilitan utang. Doa itu terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, yang berbunyi: “Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas...”
Islam mengajarkan kita untuk membentuk pola pikir yang tidak instan. Artinya, Islam mengajarkan kita untuk selalu bersabar dan mengikuti aturan-aturan sebagai syarat keberhasilan. Ini berarti kita sebenarnya dilarang meminta keberhasilan tanpa adanya suatu usaha terlebih dahulu. Dan diajari agar menahan diri, kita dituntun untuk seteliti mungkin dan berusaha terlebih dahulu agar mencapai keberhasilan. Karena usaha tidak akan mengkhianati hasil.
Dalam ruang lingkup yang lebih luas, dalam QS. Al-Fatihah manusia dituntun oleh Allah bukan untuk minta kebahagiaan secara langsung, atau meminta surga. Akan tetapi meminta agar diberikan jalan yang lurus, yaitu jalan yang diberi nikmat dan dihindarkan dari murka dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Jalan yang dimaksud dalam hal ini yaitu proses yang harus dilewati oleh seorang muslim untuk mengantarkan seseorang ke tujuan tertentu. Dan jalan yang dimaksud merupakan sebab untuk mendapatkan kebahagiaan.
Ajaran Islam tidak hanya secara terang-terangan menunjukkan kebenaran, tetapi mengajak umatnya kreatif dalam berpikir kritis yaitu melalui ungkapan-ungkapan yang ada dalam firman-Nya. Sehingga kita diajari untuk berpikir yang baik dan terbebas dari cara berpikir instan. Ternyata inilah inti bahwa proses jauh lebih penting daripada hasil, karena dengan adanya proses manusia akan lebih menghargai hasil yang diperoleh.
Islam adalah agama yang mengajarkan semangat bekerja. Inilah sebagian bukti bahwa Islam mengajarkan umat manusia untuk senantiasa bersemangat dan tidak bermalas-malas. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Allah subhanahu wa ta’ ala mencela sikap lemah, tidak bersungguh-sungguh, tetapi kamu harus memiliki sikap cerdas dan cekatan, namun jika kamu tetap terkalahkan oleh suatu perkara, maka kamu berucap, ‘Cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Allah sebaik-baik pelindung.” (HR. Abu Dawud, hadis ini dinilai lemah oleh Al-Albani)
Jadi rasa malas memang sudah lumrah, namun yang tidak lumrah jika rasa malas itu memang berlebihan. Terkadang memang susah untuk menghilangkan rasa malas, namun rasa malas itu sudah menjadi hal yang lumrah dan sebaiknya kita harus bisa mengontrol rasa malas agar tidak berlebihan.
Presensi Amelia Nurfadila | Tingkat III | Penyunting Ajid Fuad Muzaki