بسم الله الرحمن الرحيم
Ibnu ‘Abbas ra. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ الصَّحَةُ وَ الْفَرَاغُ (رواه البخاري:7/170)
“Ada dua nikmat, tertipu didalamnya banyak orang; kesehatan dan kesempatan”[1]
Sebagian Salaf berkata:
إِذَا أَتَى عَلَيَّ يَوْمٌ لَا أَزْدَادُ فِيْهِ عِلْمًا يُقَرِّبُنِيْ إِلَى اللهِ فَلَا بُوْرِكَ لِيْ فِيْ شَمْسِ ذَلِكَ الْيَوْمِ (إبن قييم, مفتاح الدار السعدة 1/122)
“Apabila datang kepadaku suatu hari, didalamnya aku tidak menambah ilmu yang mendekatkan diriku kepada Allah, maka tidaklah diberkahi bagiku dengan terbitnya matahari pada hari itu.”[2]
Imam an-Nawawi rahimahullah dalam membahas adab pelajar menyatakan:
يَنْبَغِيْ أَنَْ يَكُوْنَ حَرِْيْصًا عَلَى التَّعَلُّمِ مَوَاظِبًا فِيْ جَمِيْعِ أَوْقَاتِهِ لَيْلًا وَ نَهَارًا, حَضِرًا وَ سَفَرًا, وَلَا يُذْهِبْ مِنْ أَوْقَاتِهِ شَيْئًا فِيْ غَيْرِ الْعِلْمِ إِلَّا بِقَدْرٍ الضَّرُوْرَةِ لِأَكْلٍ وَ نَوْمٍ قَدْرًا لَابُدَّ مِنْهُ, وَنَحْوِهِهَا كَاسْتِرَاحَةٍ يَسِيْرَةٍ لِإِزَالَةِ الْمَلَلِ, وَشِبْهِ ذَلِكَ مِنَ الضَّرُورِيَاتِ وَلَيْسَ بِعَاقِلٍ مَنْ أَمْكَنَهُ دَرَجَةً وَرَثَةِ الْأَنْبِيَاءِ ثُمَّ فَوَّتَهَا. (إمام النووي, المجمع 1/37)
“Pelajar harus menjaga waktu belajarnya, menekuni belajarnya di setiap waktu malam dan siang, baik saat berada di tempat tinggalnya ataupun saat bepergian. Janganlah ia menghabiskan waktunya sedikitpun diluar kepentingan ilmu, kecuali sekedar memenuhi kebutuhan pokok untuk makan, tidur, dan sebagainya seperti istirahat sejenak guna menghilangkan kejenuhan, dan kepentingan lainnya. dan bukanlah orang yang berfikiran sehat, orang yang meraih derajat para pewaris nabi kemudian ia lewatkan kesempatan itu”[3]
العِلْمُ لَا يُعْطِيْكَ بَعْضَهُ حَتَّى يُعْطِيْكَ كُلَّكَ.
“Ilmu tidak akan memberimu sebagiannya hingga kamu memberinya seluruhmu”[4]
Diriwayatkan dari al-Atnhaf bi Qais bahwa ia mendengar seseorang berkata,
التَّعْلُّمُ فِيْ الصِّغَرِ كَاالنَّقْسِ عَلَى الْحَجَرِ
“Belajar diwaktu muda/ kecil seperti mengukir diatas batu”
Maka al-Ahnaf berkata,
الْكَبِيْرُ أَكْثَرُ عَقْلًا, وَلَكِنَّهُ أَشْغَلُ قَلْبًا.
“Orang tua lebih banyak faham, akan tetapi ia lebih sibuk hatinya”[5]
مَا حَفِظْتُ وَأَنَا شَابٌّ كَأَنَّنِيْ أَنْظُرُ إِلَيْهِ فِيْ قِرْطَاسٍ اَوْ وَرَقَةٍ.
“Apa yang aku hafal ketika aku masih muda, sepertinya aku masih melihatnya dalam dalam kertas atau lembaran”[6]
Dari Yazid bin Abi Habib bahwa al-Hasan berkata,
قَدَّمُوْا إِلَيْنَا أَحْدَاثُكُمْ, فَإِنَّهُمْ أَفْرَغُ قُلُوْبًا وَأَحْفَظُ لِمَا سَمِعُوا.
“Ajukan kepada kami orang-orang yang muda usianya, karena mereka lebih bisa konsentrasi hatinya, dan lbih kuat menghafal apa yang mereka dengar”
Seorang penyair melukiskan,
إِذَا أَنْتَ أَعْيَاكَ التَّعَلُّمُ نَا شِئًا * فَمَطْلُبُهُ شَيْخًا عَلَيْكَ شَدِيْدٌ.
Jika dirimu merasa lelah belajar dimasa mudamu
Maka mencarinya di masa tuamu amatlah berat.
Imam asy-Syafi’i berkata,
وَمَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمِ وَقْتَ شَبَابِهِ * فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِهِ
Orang yang ketinggalan dalam belajar di masa mudanya
Maka takbirlah empat kali karena kematiannya.
أَرِانِيْ أَنْسَى مَا تَعَلَّمْتُ فِيْ الْكِبَرِ * وَلَسْتُ بِنَاسٍ مَا تَعَلَّمْتُ فِيْ الصِّغَرِ
وَمَا الْعِلْمُ إِلَّا بِالتَّعْلِيْمِ فِيْ الصِّبَا * وَمَا الْحِلَمُ إِلَّا بِالتَّحَلُّمِ فِيْ الْكِبَرِ
وَمَا الْعِلْمُ بَعْدَ الشَّيْبِ إِلَّا تَعَسُّفُ * إِذَاكَلَّ قَلْبُ الْمَرْءِ وَالسَّمْعِ وَالْبَصَرِ.
Aku dapati diriku lupa apa yang aku pelajari dimasa tuaku
Padahal aku tidka lupa apa yang aku pelajari di masa kecilku
Ilmu tidak lain hanylah apa yang dipelajari diwaktu kecil
Sedangkan santun hanyalah dengan belajar santun diwaktu besar
Ilmu setelah beruban tidak lain hanyalah menambah beban
Apabila hati tumpul, begitu pula pendengaran dan penglihatan.[7]
Dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah bahwa ia berkata,
إِياكَ وَالتَّسْوِيْفَ فَإِنَّكَ بِيَوْمِكَ وَلَسْتَ بِغَدِكَ, فَإِنْ يَكُنْ غَدٌ فَكُنْ فِيْ غَدٍ كَمَا كُنْتَ فِيْ الْيَوْمِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ غَدٌّ لَمْ تَنْدَمْ عَلَى مَا فَرَّطْنِيْ فِيْ الْيَوْمِ.
“Jauhilah sikap menunda-nunda. Sungguh keberadaan dirimu oleh hari ini dan bukan oleh hari esok. Jika esok masih ada maka bersikaplah seperti hari ini. Jika kamu tidak ketemu hari esok, maka kamu tidak menyesalai apa yang kamu tunda hari ini”[8]
Ali berkata, “Rasulullah Saw. bersabda,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِيْ فِيْ بُكُوْرِهَا
“Ya Allah berkahilah bagi ummatku dalam waktu dininya!”[9]
Dari Isma’il bin Abu Uwais, ia berkata,
إِذَا هَمَمْتَ أَنْ تَحْفَظَ شَيْئًا فَنَمْ, وَقُمْ عِنْدَ السَّحْرِ فَأَسْرِجْ, وَانْظُرْ فِيْهِ, فَإِنَّكَ لَاتَنْسَاهُ بَعْدُ إِنْشَاءَ الله.
“Jika kamu ingin menghafal sesuatu maka tidurlah, dan bangunlah menjelang subuh. Nyalakanlah lampu dan perhatikan apa yang akan kamu hafal itu. Maka kamu tidak akan melupakannya, Insya Allah”
عن عبدالله بن مسعود قال: سألت رسول الله ص: أي الأعمالِ أفضل؟ قال: الصلاة لوقتها (رواه البخاري في باب أفضل العمل الصلاة لوقتها)
Dari Ibnu Mas’ud ra. Beliau berkata, “aku bertanya kepada Rasul Saw, ‘amal apa yang paling utama?’ Rasul menjawab, ‘shalat tepat pada waktunya’.”[10]
[1] Hadits Bukhari 7/170
[2] Ibnu Qayyim, Miftah Dar As’adah 1/122
[3] An-Nawawi, al Majmu’ 1/37
[4] Ibnu Jama’ah, Tadzkirah as-Sami’ wal Mutakallim fi Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim hal 213.
[5] Al-Mawardi, adab ad-Dunya hal: 57
[6] Al-Jami’ lil akhlaq ar Rawi wa adab as Sami’ 1/311
[7] Jami’ bayan al-‘ilm 1/84
[8] Al Khathib al Baghdadi, Iqtidha’ al ‘ilm al ‘amal hal 113
[9] HR. Turmudzi (no. 1212) ia berkata hadits ini hasan, Abu Daud (no. 2606)
[10] HR Bukhari, bab apfhdhalul amal as-Shalatu liwaktiha