Categories
Book Reviews Reading novels Treasure

Merisaukan Perbedaan

Kata “perbedaan,” pasti sudah tidak asing kita dengar. Kita hidup di dunia dengan banyak sekali perbedaan. Antar satu manusia dengan manusia lain jelas memiliki perbedaan. Entah berbeda keyakinan, berbeda sifat dan sebagainya. Tak terkecuali saudara  kembar otentik. Walau nyaris seperti tak ada bedanya, tapi mereka sebenarnya juga memiliki perbedaan.

Tentu Allah memiliki alasan mengapa kita diciptakan berbeda-beda. Perbedaan yang ada, seharusnya menjadikan manusia menjadi lebih kuat. Karena dengan adanya perbedaan manusia bisa saling melengkapi satu sama lain. Setelah saling melengkapi, manusia pun bisa bersatu. Dan dengan adanya persatuan maka semuanya akan lebih baik.

Namun kini kenyataannya berbalik. Banyak manusia lebih mementingkan kepentingan pribadinya, dan perbedaan hanyalah sarana untuk memunculkan konflik. Hal ini akan sangat buruk jika terus terjadi. Salah satu perbedaan yang paling sering ditemui adalah perbedaan dalam fisik. Masalah antar sesama banyak disebabkan oleh perbedaan fisik ini. Seperti penghinaan, perundungan, dan bukan tidak mungkin, karena perbedaan fisik seseorang bisa berubah menjadi rasis.

Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan bilogis ras manusia menentukan pancapaian, atau suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mangatur ras yang lain. Rasisme telah menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, kekerasan rasial, termasuk genosida.

Novel Dawuk; Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu yang ditulis oleh Mahfud Ikhwan, menceritakan tentang sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun cinta mereka tidak direstui oleh orang tua Inayatun. Karena, Inayatun adalah seorang perempuan cantik yang menjadi primadona desa. Ia bunga yang indah merekah. Semua orang ingin memetiknya untuk ditanamkan dalam jambangan hati. Saat bayi, Inayatun adalah bayi perempuan dengan mata besar, pipi montok, kulit terang dan mulut yang tak henti-hentinya mengoceh. Itu membuat para tetangganya berebut untuk menggendongnya. Ibu-ibu yang sedang mengandung berharap memiliki anak perempuan sepertinya.

Seiring berjalannya waktu, Inayatun tumbuh sebagai gadis cantik yang disukai banyak pria tetapi bikin pusing keluarganya. Bapaknya, Imamudin adalah seorang pamong desa, dan ibunya Sulaikah, adalah seorang pengurus kelompok pengajian yang bersemangat dan sebagai panutan pula. Mereka tentu mendambakan anak gadis yang solehah. Tapi apa daya, yang mereka dapatkan adalah seorang gadis badung yang sulit diatur dan ngawur.

Kini ibu-ibu Rumbuk Randu yang sedang mengandung malah mengelus perutnya sambil  mengatakan kalimat, “Amit-amit jabang bayi.” Hal itu karena mereka melihat sikap Inayatun sangatlah buruk.

Kemudian ada Muhammad Dawud atau akrab disebut dengan nama panggilan Mat Dawuk. Sebutan itu sebenarnya biasa dipakai orang Rumbuk Randu untuk menyebut kambing berbulu kelabu. Dawuk adalah kekasih Inayatun yang sangat Ina cintai. Tokoh Mat Dawuk inilah yang menjadi titik perhatian dalam kisah Mat dan Ina.

Dawuk manusia yang buruk rupa. Ia berasal dari Rumbuk Randu. Semua orang di Rumbuk Randu tahu tentangnya karena dia dicap sebagai bocah liar buruk rupa yang sejak kecil sukanya berkeliaran di kebun dan kuburan. Ibu Dawuk yang wafat saat melahirkan, bapaknya yang mati karena dilindas bus Indonesia jurusan Semarang-Surabaya, dan Dawuk yang ditinggalkan kakeknya, merupakan alasan yang membuat Dawuk bersikap liar. Orang-orang Rumbuk Randu meyakini bahwa Dawuk adalah seorang duk-deg; orang sakti, dan boleh jadi kebal.

Di kemudian hari Inayatun membikin malu bapaknya dengan pergi ke Malaysia dan kawin dengan Mat Dawuk. Sosok yang seperti The Beast. Benar-benar seperti film Beauty and The Beast versi Rumbuk Randu.

Anak-anak Rumbuk Randu dinasihati oleh orang tuanya agar tidak terlalu dekat dengan Dawuk yang buruk rupa. Jika anak-anak mereka sulit diberi tahu, maka mereka akan menakut-nakutinya dengan menyebut nama Dawuk. Contohnya, “Kalau masih nakal, nanti digendong Mat Dawuk loh …” Kurang lebih seperti itulah.

Cara tersebut jelas salah. Itu suatu kesalahan besar. Jika anak-anak sulit disuruh ini atau itu, jangan malah ditakut-takuti. Sebagai orang yang lebih dewasa dan orang yang lebih paham, kita bisa memberi penjelasan yang baik kepada anak-anak agar mereka bisa mengerti dan melakukan apa yang diperintah.

Inayatun dan Mat Dawuk adalah contoh perbedaan bumi dan langit yang mampu menyatu. Mereka berdua tak peduli apa yang dikatakan orang-orang Rumbuk Randu. Mereka menjalani hidup dengan penuh cinta.

Dari kisah Inayatun dan Mat Dawuk, kita bisa melihat bahwa perbedaan itu bisa menyatu karena adanya cinta. Jika kita hidup hanya satu ras, satu warna kulit, bentuk muka yang sejenis, maka kehidupan akan menjadi tidak menarik lagi bukan?

Tidak ada yang salah dengan perbedaan. Yang salah adalah ego kita dalam memandang perbedaan. Marah karena perbedaan hanya terjadi bagi orang yang berhati lemah. Orang-orang hebat tak akan risau oleh perbedaan, dan justru, perbedaanlah yang membuatnya menjadi lebih hebat.

Judul Dawuk; Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu| Penulis Mahfud Ikhwan| Penerbit Marjin Kiri| Tebal vi+182 hal | Presensi Nayla Rahma Azzahra | Penyunting Ridwan Malik 

Leave a Reply