Menurutku penguasaan itu adalah suatu sikap mengambil keputusan atau kendali atas segala sesuatu. Sedangkan kata diri mengacu pada tubuh dan pribadi kita. Berarti dapat dikatakan bahwa penguasaan diri adalah sikap dalam mengambil keputusan agar dapat mengendalikan diri kita sendiri.
Seperti dalam buku Filosofi Teras, karya Henry Manampiring. Di dalamnya dibahas bahwa ada suatu kendali yang harus diperhatikan, yaitu, “Pikiran, opini, persepsi, dan tindakan kita sendiri. Sedangkan hal-hal yang tidak di bawah kendali kita; kekayaan, reputasi, kesehatan, dan opini orang lain”.
Nah, dalam hal-hal yang tidak di bawah kendali kita terkadang timbul kesalahpahaman atas diri sendiri. Misalnya, seluruh harta kekayaan kita yang terbakar habis karena keteledoran seseorang karena memegang lilin di dekat gorden. Kita tidak bisa mengendalikan tubuh orang itu sebelum terjadinya kebakaran, karena hal itu tidak berada di bawah kendali kita.
Kebanyakan orang ketika mengalami kejadian semacam itu, mereka akan cenderung menyalahkan nasib. Mungkin memang ada beberapa orang yang menyebut bahwa itu adalah hukum alam, dan bahkan sampai menganggap bahwa hal itu telah ‘ditunggu-tunggu’. Makanya, orang seperti itu selalu senantiasa menikmati penderitaannya.
Seperti halnya Zeno yang menerima nasibnya ketika kapalnya karam di lautan. Dialah yang telah mendirikan aliran filsafat Stoikisme. Dalam kamus ilmiah, Stoikisme berarti aliran filsafat yang didirikan oleh Zeno kira-kira pada tahun 308 SM di Yunani. Para Stoikis percaya bahwa ada akal yang meresapi alam semesta, dan orang-orang yang bijaksana harus melakukan disiplin terhadap dirinya dan menerima nasibnya.
Lalu soal kebiasaan mengeluh. Kalau kamu mengeluh ketika takdir belum menghampirimu, maka itu masih berguna karena kamu bisa jadi mempersiapkan rencana-rencanamu untuk memikirkan penanggulangan ke depannya agar tidak sampai terjadi. Jika kamu belum menemukan penjelasan secara gamblang, akan kuberi salah satu contoh.
Seorang ibu rumah tangga mengeluh ketika uang di dompetnya hampir habis. Walaupun begitu, dia juga sama mengeluh saat uangnya masih ada. Model mengeluh yang seperti ini nih yang dapat memicu kita untuk bertindak melakukan sesuatu. Tapi, jika kita mengeluh ketika es krim sudah mencair, itu tidak akan berdampak apa pun, pada apa tindakan selanjutnya yang akan dilakukan. Justru malah akan mengakibatkan rungsing yang berkepanjangan.
Seperti yang dibicarakan dalam novel Dunia Shopie karangan Jostein Gaarder. Dalam novel itu dikatakan bahwa, “Kaum Stoik, lebih lanjut menekankan bahwa semua proses alam, seperti penyakit dan kematian, mengikuti hukum alam yang tak pernah lekang. Oleh karena itu, manusia harus belajar untuk menerima takdirnya. Tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Segala sesuatu terjadi karena ada sebabnya. Maka, tidak ada gunanya mengeluh jika takdir sudah datang mengetuk pintu.”
Balik lagi ke hal-hal yang tidak berada di bawah kendali kita. Contoh yang kedua, yaitu reputasi. Kita juga tidak bisa mengendalikan opini orang lain yang menyangkut reputasi kita. Hal ini bersangkutan dengan poin yang disebutkan di awal bahwa opini juga termasuk hal-hal yang tidak di bawah kendali kita. Jadi, kekayaan, reputasi, dan opini saling berkaitan satu sama lain.
Contoh dalam kehidupan sehari-hari. Rata-rata santri di Pesantren Aminul Ummah punya rasa enggan menjadi AUSC atau pengurus santri. Karena menurut pandangan mereka, AUSC itu terkesan sebagai orang menyebalkan yang sok-sokan menyuruh untuk disiplin. Padahal kalau dipikir, mereka hanya menjalankan tugas dan tanggung jawabnya saja, dan itu semua untuk kebaikan kita juga. Tapi kebanyakan santri secara terburu-buru menyimpulkan bahwa para pengurus AUSC buruk.
Namun hal itu wajar karena pada dasarnya manusia itu suka bercerita. Di dalam Dunia Shopie, dijelaskan bahwa, “Kebaikan dan keburukan adalah benang kembar yang menjalin sejarah umat manusia. Dan sering kali keduanya saling berkait.” Memang benar, segala hal itu pasti ada baik dan buruknya. Tidak terkecuali diri saya sendiri saat menulis tulisan ini.
Kesehatan kita juga tidak secara penuh berada di bawah kendali kita. Misalnya, karena kita sering rutin berolahraga, menjaga pola makan teratur, dan lain sebagainya, bukan berarti mustahil untuk terserang penyakit. Kecuali kalau dirimu Fir’aun. Tetap saja penyakit bisa datang karena itu adalah pemberian Allah sebagai bentuk kasih sayang-Nya.
Caranya begini. Penyakit bisa menyebar melalui angin atau udara, botol minum, air liur, dan lain sebagainya. Itu semua bisa terjadi karena kita hidup di bumi. Yang namanya kehidupan di bumi pasti tidak lepas dari adanya saling keterkaitan. Bayangkan saja. Dalam proses manusia tertular penyakit flu, tahapannya sangat panjang jika kita menyadari itu.
Contoh. Dari dalam debu terdapat bakteri jahat yang bentuknya mikroskopis, dijemput oleh angin yang lewat (karena dihasilkan dari suatu pergerakan udara yang ditransfer dari benda satu ke benda lain). Lalu saat mereka sedang terbang di udara, secara otomatis mereka akan mendarat di suatu medan yang pertama kali mereka jumpai. Katakanlah medan tersebut adalah hidung manusia, yang nantinya akan mengakibatkan manusia itu terserang flu. Lalu penyakit itu menyebar ke manusia lainnya melalui air liur, karena mereka menggunakan botol yang sama saat minum. Begitulah siklus alam saling berkaitan.
Selanjutnya, bagaimana dong biar kita bisa meraih ketenangan dalam hidup?
Poin pertama. Untuk meraih ketenangan hidup adalah dengan cara menerima dan mensyukuri nasib baik maupun buruk yang diberikan oleh Allah Swt kepada kita. Jika kita diberi nasib buruk seperti jatuh keseleo di depan cowok-cowok tampan, itu juga perlu disyukuri. Walaupun pasti ada rasa malu sedikit.
Poin kedua. Untuk mencapai ketenangan hidup adalah dengan tidak membiarkan perasaan menguasai diri sendiri. Karena aku yakin, sebab-musabab ada istilah cewek gampangan adalah karena cewek itu selalu menggunakan perasaannya ketika digoda oleh cowok. Coba saja kalau cewek itu menggunakan nalarnya, aku yakin seratus ribu miliyar persen dia akan merasa il-lfeel pada cowok yang menggombalinya.
Kemudian dalam hal penguasaan diri. Kalau kita mau mempelajarinya dengan tekun, maka secara otomatis kita akan berusaha untuk mengontrol emosi kita. Emosi baik maupun emosi buruk. Jadi dengan begitu, kita tidak akan merasa berlebihan dalam menghadapi sesuatu. Soalnya dalam Al-quran pun sudah disebutkan bahwa sikap berlebihan itu tidak baik. Karenanya Allah tidak menyukainya.
Pernah dengar tidak kata-kata, ‘jangan terlalu bahagia, nanti nangis, lho‘? Aku sendiri pernah mengalaminya. Tapi dalam hal itu, bukan berarti kita juga harus sedih berlebihan dengan motif agar nantinya bahagia. Tidak seperti itu juga konsepnya, sis…
Nama Saniya Kautsar | Judul Dunia Sophie - Jostein Gaarder | Penyunting Ridwan Malik