Categories
Book Reviews Essay Treasure

Pentingnya Mendalami Ilmu Pengetahuan di Zaman Edan

Menurutku menuntut ilmu pengetahuan adalah arah yang akan menuntun kita agar dapat melakukan sesuatu dengan tepat. Ketika mencari ilmu pengetahuan, tentu harus ada gurunya. Kenapa? Karena dengan adanya guru kita jadi mudah terarahkan dan mudah untuk dikontrol. Dan aku bisa menyimpulkan bahwa materi-materi yang tertulis dalam buku akan sempurna jika berdampingan dengan sosok seorang guru.

Tanpa seorang guru ilmu pengetahuan tidak akan mudah dipahami dengan baik. Apalagi bagi orang-orang awam. Terkecuali oleh orang yang jenius. Itu karena tidak semua isi yang terdapat dalam buku itu bisa dipahami seluruhnya. Terkadang butuh usaha lebih lanjut untuk memahaminya.

Contohnya seperti dalam Q.S. Al-baqarah ayat 153. Ayat itu menjelaskan bahwa kita harus beribadah kepada Allah SWT dengan cara berdzikir. Apa berdzikir cukup dengan melapalkannya saja? Apa cukup hanya dengan menyebut nama-Nya berkali-kali? Menurutku tidak.

Dzikir yang keren juga harus diaplikasikan dalam tindakan. Misalnya, selain melafalkan hamdallah, kita juga harus mengaplikasikannya dengan cara bekerja. Maksudku, dengan bekerja kita jadi merasa bersyukur karena masih bisa bernapas, dan masih punya tenaga untuk mencari rezeki. Begitulah kira-kira.

*

Salah satu contoh lain tentang pentingnya mendalami ilmu pengetahuan. Supaya kita tidak salah menafsirkan perintah Allah. Jika salah mengartikannya, maka akan membuat kita celaka.

Seperti yang diceritakan dalam buku kumpulan cerpen yang berjudul Robohnya Surau Kami, karya A.A. Navis. Ada satu tokoh bernama Haji Shaleh. Ia adalah seorang kakek-kakek penjaga surau, yang bisa dibilang marbot masjid. Ia adalah salah satu orang yang termasuk salah memahami perintah Allah. Haji Shaleh keliru menafsirkannya.

Ceritanya, selama hidup Haji Shaleh selalu beribadah kepada Tuhan. Ia selalu mengaji kitab, berdzikir di malam hari, dan selalu berdoa agar didatangkan rezeki. Namun ia tidak pernah bekerja. Anak dan istrinya tidak pernah ia urus karena Haji Shaleh selalu stand by di suraunya. Akibat salah memahami isi Al-quran, akhirnya ia masuk neraka.

Sebenarnya nama asli Haji Shaleh itu hanya ‘Shaleh’ saja. Tapi ketika Haji Shaleh meninggal, di dalam kubur ia ditanya oleh Tuhan:

“Siapakah kamu?”

“Aku adalah Haji Shaleh,” jawab Haji Shaleh. Mengira karena ketika di dunia sering pergi haji, maka kini namanya pun bisa berubah menjadi Haji Shaleh.

Saat pertama kali aku membaca cerpen ini, aku sepakat dengan apa yang diceritakan. Hmmm, benar juga sepertinya. Guruku secara tidak langsung juga sependapat denganku bahwa Si Haji Shaleh ini memang sangat aneh.

Malam itu kami sedang mengaji fiqih. Kebetulan kami membahas tentang haji dan umrah. Guruku berkata bahwa gelar bagi orang yang telah haji itu sebenarnya hanya berlaku di Indonesia saja. Misalnya H. Soekarno, H. Ijah, dan haji-hajian lainnya. Sedangkan di negara lain seperti di Inggris, Arab, Iran, dan di mana pun di dunia ini tidak ada yang memakai gelar “haji” di depan namanya. Tak pantas juga soalnya. Coba pikirkan! Kalau dipakai oleh warga dunia secara umum akan aneh rasanya. Masa nanti ada orang namanya jadi Haji Karter Zaher? Haji Charlie Puth? Haji Berlyn? Atau Haji Putin?

*

Aku pernah punya satu pengalaman. Ketika itu aku sedang di pasar bersama ibuku, sedang mencari seragam SMA untukku. Nah, kebetulan saat itu kami melewati tukang daging, dan si penjual memanggil ibuku dengan sebutan, “Bu Haji, daging?”

Karena ibuku malas menyahut, maka ia hanya menggelengkan kepala dan pergi. Di tengah jalan aku bertanya kepada ibuku.

“Bu, kenapa penjual daging tadi manggil ibu ‘bu Haji’? Padahal kan ibu belum pernah berangkat haji?”

Aku melamun sejenak. “Apa karena ibu pake kerudung?”

“Bisa jadi,” jawab ibuku. “Biar saja mereka bilang begitu. Ibu malah merasa sedang didoakan agar bisa berangkat haji.”

Aku pernah menonton video ceramah singkat yang hanya berisi kata-kata. Ustad itu membahas tentang haji. Ia berkata, “Alasan mengapa orang-orang suka memanggil kita dengan sebutan pak atau bu haji, karena sebenarnya, ya, secara halus mereka seolah-olah memperingatkan kepada orang-orang yang sudah berangkat haji jika mereka melakukan kesalahan, maka mereka bisa mengingat kembali bahwa mereka sudah pergi haji.

Nama Saniya Kautsar | Kelas X | Judul Robohnya Surau Kami | Penyunting Ridwan Malik                                                                                                                                                            

Leave a Reply