EnglishArabicIndonesian
Categories
Book Reviews Reading novels Review

Peranan Kerja

Japanese Work Culture, atau kultur kerja di Jepang. Sebenarnya, mengenai kultur kerja orang-orang Jepang, mungkin kita sudah banyak mengetahuinya dari menonton series ataupun anime. Di media-media popluler tadi, kita akan banyak melihat gambaran bagaimana orang-orang menghabiskan waktu dengan bekerja.

Biasanya, adegan yang sering banyak muncul yaitu saat hendak berangkat kerja. Itu selalu terjadi di pagi hari. Kita bisa melihat mereka pagi-pagi buta sudah buru-buru mengantre berebut naik kereta ke tempat kerja. Sepertinya, kalau menonton series atau anime, kita akan melihat bahwa rata-rata orang-orang di sana kerja kantoran. Mengapa bisa begitu, yah? Mengapa orang-orang Jepang bisa segesit itu?

Inilah beberapa faktor yang membuat orang-orang menjadi gesit. Di Jepang, ada budaya kerja yang mengharuskan karyawannya untuk: disiplin tinggi, perfeksionis, totalitas, punya hubungan baik antara senior dan junior, serta dituntut untuk tidak membeda-bedakan pekerjaan. Tak hanya itu. Karyawan-karyawan di Jepang juga sudah terbiasa kerja lembur. Dengan begitu, dengan budaya kerja seperti itu, tak aneh jika mereka bisa mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik dan rapi.

Di Jepang juga ada sikap yang menjadi ciri dan kebiasaan bagaimana mereka seharusnya bekerja. Antara lain: seiri (ringkas), seito (rapi), seisu (bersih), seikatsu (rawat), dan sitsuke (rajin). Mungkin kalau di Indonesia, semacam salam-senyum-sapa yang biasa dipraktekkan pegawai di pom bensin. Namun jangan salah, karena budaya kerja dan tuntutan yang tinggi dalam setiap pekerjaan, banyak orang-orang yang kemudian terkena sindrom karoshi atau gila kerja.

Omong-omong soal karoshi, gejala itu ternyata tak hanya dipicu oleh budaya kerja yang ada. Setelah membaca Norwegian Wood, aku jadi tahu ternyata gila kerja juga banyak dipicu oleh perasaan takut dipecat. Terdengar sepele, ya?

Keadaannya begini. Di Jepang, pendidikan yang semakin maju menghasilkan persaingan yang ketat di bidang kerja. Karena hal itu, saat seseorang diterima di suatu perusahaan, ia akan mati-matian mempertahankannya dengan segala cara. Pekerjaan pun jadinya bertambah berat. Sebab mereka sering dibebankan pekerjaan yang begitu numpuknya yang mengharuskannya lembur. Sampai-sampai tak punya waktu untuk sekadar rebahan atau santai-santai. Di sisi lain, karena persaingan sangat ketat, ia tak bisa menolak walau lelah. Karena resikonya, kalau ia menolak, maka siap-siap saja jadi pengangguran. Dan jadi pengangguran di Jepang itu akan menderita sekali. Jadi, banyak karyawan di sana yang terjebak dalam posisi serba salah. Maju kena mundur kena.

Setelah tahu kehidupan para pekerja di Jepang, kadang kupikir, enak sekali ternyata hidup di Indonesia. Sekalipun kita tak punya kerjaan dan menganggur, sepertinya orang-orang di Indonesia tetap bisa haha-hihi ketawa-ketiwi. Itu mungkin tak terjadi di semua tempat. Beda halnya mungkin dengan orang yang hidup di Jakarta, misalnya. Kupikir akan stres juga sih.

Bekerjalah sewajarnya. Tak usah terlalu larut dan apalagi tenggelam di dalamnya.

Judul Norwegian Wood| Penulis Haruki Murakami| Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia| Tebal 423 hal | Peresensi Salma Damayanti Khoerunissa | Penyunting Ridwan Malik

By SDKhoerunissa

a woman who believe in freedom

Leave a Reply