Ketika aku membaca judul Perempuan Berkalung Sorban, aku berpendapat bahwa perempuan itu punya keinginan untuk bisa setara dengan laki-laki. Ya, karena itulah ia memakai sorban. Umumnya sorban itu kan sering dipakai oleh laki-laki. Perempuan itu ingin derajatnya setara dengan laki-laki. Seolah-olah ia bicara, “Hei, lihat! Kami para perempuan juga bisa kok pakai sorban.”
Dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy diceritakan ada seorang anak perempuan, namanya Annisa. Suatu hari kakak laki-laki dan ayahnya sedang berbincang-bincang di ruang makan, lalu Annisa ingin ikut menimbrung.
“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Ia bertanya.
“Ini urusan laki-laki. Perempuan tidak boleh ikut campur.” Jawab ayahnya.
Mendengar itu Annisa merasa kesal, karena hak-haknya selalu terasa dibatasi.
Aku pernah merasakan hal seperti itu. Tapi bukan dengan keluargaku, tapi dengan teman-teman sekelasku. Rasanya aku ingin bilang, “Sepenting apa sih pembicaraan kalian? Sampai-sampai perempuan tidak boleh tahu.” Oh, apa mungkin kalian sedang membicarakan rahasia negara? Atau apa?
Aku juga suka kesal setiap kakak perempuanku yang jago memasak mengolok-olokku. “Kok, gak enak masakannya? Ah, gak bisa masak! Perempuan itu harus bisa masak!”
Aku pikir seharusnya sebagai sesama perempuan harus saling mendukung, bukannya saling merendahkan. Aku memang tak suka masak, karena tak bisa. Jadi, buat apa dipaksakan? Jika nanti ada yang tanya, “Terus bagaimana nanti suamimu makan?”
Tentu saja aku tidak akan memilih suami yang tidak bisa masak, tapi aku akan memilih suami yang bisa memasak untukku. Karena memasak itu tidak harus untuk perempuan saja, kok! Apalagi, kita sudah tahu kalau segala sesuatu yang dipaksakan tidak semuanya baik, lho. Malah seringnya jadi mudhorot.
Annisa juga mengalami hal serupa. Ia tidak suka memasak. Namun ibunya selalu memaksanya untuk memasak. Katanya agar bisa menjadi istri yang baik. Hmmm. Memangnya istri yang baik itu harus yang bisa masak? Aku sih yakin tidak selalu.
*
Dalam novel Perempuan Berkalung Sorban, Abidah El Khlieqy juga mengajarkan bahwa kita tidak boleh asal percaya pada hadits dhoif. Jangan sampai terbutakan karena penyampaiannya dalam bentuk hadits. Jangan sampai tertipu hanya karena orang yang menyampaikannya adalah seorang kiai. Kiai juga manusia, dan manusia itu tempatnya salah.
Masih bersangkutan dengan hadits dhoif. Dalam cerita itu, Annisa berpikir kritis ketika sang ustadz sedang menyanjung-nyanjung hadits dhoif. Annisa berani bertanya pada sang ustadz ketika semua teman-temannya diam dan memilih menurut. Ya, walaupun pada akhirnya Annisa disangka tidak sopan karena berani bertanya. Tapi kebenaran harus tetap dibela dan dicari keasliannya.
Aku merasa takjub ketika Annisa bersikap kuat dan sabar dalam menghadapi suami yang jiwanya sedang sakit. Ia tetap sabar dan berdoa kepada Allah. Sabar di sini bukan berarti hanya diam saja. Annisa tetap melawan. Tentunya dengan mengatakan kebenaran terus-menerus ke telinga suami biadabnya. Dan setiap kali Annisa mengatakan kebenaran itu, suaminya tidak bisa menolaknya dan seakan-akan ia sudah kalah.
Sikap perempuan yang berani dan kritis seperti Annisa sangat jarang sekali ditemukan pada masa itu. Itu karena orang-orang telah terikat dengan adat mereka sendiri. Adat yang membuat hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Dan kebanyakan kaum yang tertindas itu adalah wanita karena sering dianggap lemah.
Kenapa perempuan sering diremehkan dan dianggap lemah? Padahal kan sama-sama manusia?
Semua itu terjadi karena adanya pemikiran atau kebiasaan orang jahiliyah di masa silam yang terulang kembali di zaman sekarang. Mereka, orang-orang jahiliyah, berpikir bahwa wanita adalah makhluk yang lemah karena tidak bisa memikul beban berat seperti laki-laki. Mereka dianggap aib oleh keluarganya. Setiap lahir bayi perempuan, mereka akan membunuhnya. Mungkin karena dinamakan jahiliyah, mereka jadi tidak dapat berpikir jernih perihal mana benar dan mana salah.
Sempat terpikir juga. Mengapa rata-rata semua orang memilih laki-laki untuk menjadi ketua kelas atau ketua OSIS? Apakah isi otak laki-laki dan perempuan itu berbeda? Tapi kenapa jika perempuan yang lebih unggul daripada laki-laki dalam ranking tidak dipilih?
Huh! Ternyata masih banyak soal yang harus dipecahkan.
Nama Saniya Kautsar Salsabila | Kelas X | Judul Perempuan Berkalung Sorban | Penyunting Ridwan Malik