Drs. Ade Djuhana, M.Si.
Staf Pengajar Fakultas Syari‘ah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung
A. Pendahuluan
Pada tahun 1985-1986 bagian proyek Peneitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda melakukan penelitian tentang Pandangan Hidup Orang Sunda, yaitu konsep yang dimiliki oleh masyarakat Sunda dalam menanggapi dan menerangkan segala masalah hidup di dunia. Dengan menggunakan sumber berupa tradisi lisan dan sastra Sunda, yaitu ungkapan tradisional, cerita pantun Lutung Kasarung, naskah lama Sanghiyang Siksa Kandang Karesian, Sawer Panganten dan novel Pangeran Kornel serta Mantri Jero, diperoleh gambaran tentang pandangan hidup orang Sunda me-ngenai manusia sebagai pribadi, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam, manusia dengan Tuhan, dan tentang manusia dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah.
Kemudian, penelitian serupa tahun 1986-1987 dilakukan Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda, dengan menggunakan sumber yang sama dengan penelitian tahun 1985-1986, yaitu tradisi lisan dan sastra Sunda, dengan orientasi agak berbeda. Pada penelitian pertama, sumber itu lebih banyak berorientasi pada pandangan hidup golongan atas atau menak, sedangkan pada penelitian yang kedua lebih banyak berorientasi pada pandangan hidup golongan bawah atau balarea (orang kebanyakan).
Dengan menggunakan sumber data berupa buku Adat Oerang Priangan jeung Oerang Soenda Lian ti Eta (1913) karya H. Hasan Moestofa, Cerita-cerita Si Kabayan tulisan karya para pengarang, yaitu Moh. Ambri, M. O. Kusman, Ahmad Bakri dan Min Resmana, Cerita rakyat yang sudah dibukukan, dan novel Rasiah nu Goreng Patut (1928) karya Yuhana, Lain Eta karya Moh. Ambri, dan Mayit dina Dahan Jengkol (1986) karya Ahmad Bakri. Hasil penelitian tersebut ternyata mempunyai konsistensi dengan penelitian sebelumnya, dan dapat memberikan informasi.
Dari kedua penelitian itu diperoleh gambarang tentang pandangan hidup orang Sunda di masa lalu, seperti tercermin dalam sumber-sumber tradisi lisan dan sastra Sunda. Kedua penelitian ini tampak belum dapat memberikan gambarang tentang pandangan hidup orang Sunda sekarang dalam kehidupan nyata atau belum menje-laskan apakah pandangan hidup orang Sunda seperti tercermin pada sumber tradisi dan sastra itu masih berlaku sekarang atau tidak, dan jika berlaku apakah sepenuh-nya atau sebagian saja, yaitu apakah pandangan hidup itu sudah mengalami per-ubahan. Oleh karena itu, melalui sebuah penelitian yang dilakukan di daerah etnik Sunda, yang sebenarnya tidak difokuskan pada substansi tradisional yang meman-faatkan agama dan magi pada etnik Sunda. Yang memuat tentang keberlakuan pan-dangan hidup orang Sunda yang diperoleh dalam penelitian dalam etnik Sunda untuk mengetahui apakah benar system dan budaya Sunda telah mengalami pergeseran atau perubahan yang terjadi dewasa ini, lebih jauh lagi perubahan yang berkaitan de-ngan aspek Islam Sunda.
Pandangan hidup orang Sunda ditelusuri melalui berbagai simpul hubungan tentang manusia sebagai pribadi, manusia dengan masyarakat,manusia denga alam, manusia dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Untuk kepenting-an analisis dipilih berbagai konsep yang memadai dijabarkan dari teori-teori kebuda-yaan yang melihat kebudayaan dari berbagai sudut pandang.
Dari penelitian terhadap masyarakat perdesan terlihat adanya karakter khas masyarakat Sunda dalam hal kepemimpinannya. Sikap dasar masyarakat Sunda, yang hidup sejak lama melalui perubahan-perubahan pengaruh budaya luar, seperti: Hin-du-Budha, Islam, dan modern barat. Bagi masyarakat etnik Sunda pemimpin adalah pusat yang dikellingi oleh para pengikut. Hubungan antara pengikut dan pemimpin adalah hubungan dependen (ketergantungan). Semua pengikut mengarah dan ter-gantung pada sang pusat, yakni pemimpin.
Pusat atau pemimpin dalam posisi lebih tinggi dari pada pengikutnya. Pemim-pin di atas, pengikut di bawah. Pemimpin dalam posisi atas, karena memang mempu-nya kelebihan. Dengan demikian setiap pemimpin memiliki isi, sedangkan para pengi-kut adalah wadah. Saleh Danasasmita dan Anis Djatisunda (1977), dalam bukunya kehidupan Masyarakat Kanekes, menyebutkan bahwa dalam masyarakat Sunda tidak dikenal paham dewa raja, seperti di masyarakat Jawa. Memang demikian adanya se-bab yang dikena di Sunda adalah paham mandala raja. Dalam masyarakat dewa raja, pemimpin adalah segalanya pemimpin adalah hidup matinya para pengikut, sedang-kan pada mandala raja (etnik Sunda), kualitas lebih penting daripada kuantitas. Inilah hakikat mandala raja, suatu konsep Hindu-Budha Tantra yang pernah berpengaruh di masyarakat Sunda. Dengan demikian, kepemimpinan Sunda bukanlah kepemimpinan Massa. Kebesaran kepemimpinan Sunda ditentukan oleh tumbuhnya mandala murid.
Fenomena kebudayaan yang tumbuh di Nusantara pada dasarnya merupakan hasil rekayasa dari kebudayaan asing, yang lambat laun karena perjalan waktu, maka hasil rekayasa tersebut diangap sebagai produk kebudayaan Indonesia. Jadi mesti diakui dengan jujur, tak ada satupun hasil kebudayaan Indonesia yang asli, semuanya merupakan hasil rekayasa dari kebudayaan asing. Apabila tidakingin tergilas oleh kebudayaan global, maka yang mesti diperhatikan dan diperjuangkan kehidupannya, bahwa kebudayaan nasional yang tidak jelas bentuknya, akan tetapi kebudayaan daerah. Mengapa demikian? Karena basis kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan daerah yang tumbuh dengan subur. Bagaimana pergeseran pandangan hidup orang Sunda dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, adalah masalah yang dikaji.
B. Kerangka Konseptual
Kebudayaan dipandang sebagai system untuk menyesuaikan diri dengan alam serta lingkungan, disebut system adaptif. Secara umum pandangan ini berangkal pa-da anggapan bahwa kebudayaan merupakan suatu sistem pola prilaku yang diwaris-kan secara sosial, berperan sebagai jembatan penghubung antara masyarakat ma-nusia dengan tata lingkungan atau system ekologi secara keseluruhan, baik lingkung-an alam maupun lingkungan sosial. Pola tata laku atau cara hidup warga suatu ma-syarakat meliputi pola teknologi dan ekonomi, pola pemukiman, pola pengelompokan sosial, pola pengorganisasian politik, system religi, dan lain sebagainya, ditujukan un-tuk maksud-maksud penyesuaian atau adaptasi. Dengan demikian, kebudayaan dapat dianggap sebagai pola-pola prilaku bagi individu maupun kelompok dalam suatu pro-ses penyesuaian diri atau proses adaptif terhadap alam serta lingkungan hidup dalam upaya agar manusia dapat melangsungkan hidup dan kehidupannya. Unsur-unsur ideasional dan kebudayaan, merupakan akibat dari sistem penyesuaian diri terhadap lingkungan dapat terungkap dari, misalnya; cara-cara pengendalian kependudukan, upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kearifan ekologi atau cara memelihara lingkungan hidup.
Sudut pandang yang lain, menganggap kebudayaan sebagai suatu sistem kog-nitif atau sistem pengetahuan mengenai berbagai cara untuk menilai, menghubung-kan dan untuk menafsirkan sesuatu yang terdapat di sekitar lingkungan tempat ma-nusia itu hidup. Dengan demikian, kebudayaan merupakan berbagai patokan untuk memutuskan sesuatu yang akan diperbuat, memtuskan bagaimana cara berbuat un-tuk memecahkan masalah yang dihadapi manusia. Kebudayaan itu bukan sesuatu yang dapat diraba, bukan sekumpulan orang, bukan pula tingkah laku atau emosi, melainkan lebih merupakan suatu pengaturan terhadap yang disebut tadi. Kebudaya-an adalah wujud yang terdapat dalam alam pikiran manusia. Perubahan-perubahan yang terjadi, merupakan hasil persepsi dan pembentukan konsep-konsep yang dialih-kan bentuknya menjadi kode, sehingga bukan saja manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lain, tetapi juga dapat menciptakan alam pikiran yang konseptual, sehingga kebudayaan dapat dipandang sebagai pandangan hidup manusia
Sudut pandang yang lain, menganggap kebudayaan sebagai suatu sistem struk-tur. Pandangan ini mengandung makna bahwa di dalam kbudayaan terdapat susunan yang tertib, mampu mengatur kelangsungan hidup serta kehidupan manusia. Segala aturan yang terkandung dalam kebudayaan tidak tampak nyata, melainkan tersimpan di dalam lambang atau symbol yang dimiliki atau disukung bersama secara social. Hal itu merupakan ungkapan dari kecerahan pikiran yang bersifat kumulatif guna memi-lah-milah segala sesuatu yang terkandung di dalam lingkup suatu kebudayaan. De-ngan memandang kebudayaan seperti itu, diperoleh gambaran bahwa di dalam per-bedaan sifat mengenai hubungan serta perubahan yang terjadi terus menerus, dan seringkali terlihat runtut dan terpadu. Ini merupakan akibat adanya hubungan manu-sia dengan alam atau lingkungan tempat hidupnya yang seringkali dalam posisi berla-wanan. Sebagai sistemsimbol yang dimiliki secara social, kebudayaan bukan lagi me-rupakan sesuatu yang abstrak, karena makna-makna yang terkandung di dalamnya akan tampak dalam wujud perilaku dalam suatu masyarakat. Implikasinya, bila ingin mendalami suatu kebudayaan, mau tidak mau harus pula mendalami kode-kode mak-na secara social. Kehidupan masyarakat, dengan demikian, sarat dengan pelaksanaan berbagai aturan dalam kebudayaan, serta utuh terjalin secara kontekstual dalam kehi-dupan masyarakat. Walaupun demikian, di dalamnya tetap tampak bagian-bagiannya; mana yang termasuk aturan atau norma dan mana yang termasuk pelaksanaan nor-ma-norma itu, sebab symbol dan makna tidak lain adalah premis-premis dasar seba-gai landasan kebudayaan untuk mengatur kehidupan suatu masyarakat. Sebagaimana dinyatakan Geertz (1973: 126), bahwa agama merupakan simbol. Di samping itu ti-dak hanya mendorong ketaatan, melainkan juga meminta ketaatan.
Setelah dikemukakan simpul-simpul pandagan tentang kebudayaan, selanjutnya dikemukakan berbagai pendekatan mengenai perubahan dalam kebudayaan atau pandangan hidup. Perubahan yang terjadi dalam lingkup kehidupan manusia kadang-kadang terasa tetapi seringkali hampir-hampir tidak terasa. Artinya, perubahan itu selalu terjadi betapa kecil sekalipun. Untuk mendekati perubahan-perubahan yang terjadi, diperlukan pendekatan-pendekatan teoritik atau pendekatan konseptual yang mencakup proses terjadinya perubahan, mengingat perubahan itu selalu melibatkan interaksi sebab akibat berbagai unsur dan factor, Sehingga terjadilah transpormasi dari satu keadaan menjadi keadaan lain. Dengan demikian, akan nampak hubungan saling ketergantungan atau independensi antara proses dengan mekanisme perubahan, sebab dalam pendekatan yang digunakan telah mengandung jawaba terhadap pertanyaan mengapa proses dan mekanisme perubahan yang berbeda-beda itu terjadi sehingga keadaan atau kondisi yang mempengaruhinya serta penyebabnya tampak nyata. Untuk mengetahui perubahan, dengan demikian, tidak perlu lagi menanti pengetahuan tentang bagaimana terjadinya perubahan, karena tingah laku manusia sebagai manifestasi pandangan hidup merupakan data mentah yang terkandung dalam aspek-aspek sosial, budaya dan aspekpsikologis. Ketiga aspek itu dapat dianalisis secara bersamaan, tetapi juga dapat terpisah.
Perubahan yang selalu terjadi itu mempunyai kendala-kendala tertentu, sehingga derajat kecepatannya berlainan-lainan. Kendala yang dimaksud adalah kendala social budaya dan pada aspek-aspek tertentu perubahan itu hampir-hampir tidak terasa persisten), misalnya pada aspek kebudayaan yang diperoleh sejak masa-masa awal dalam lingkar kehidupanya. Namun, rangsangan atau penyebab perubahan itu selalu masuk dan diterima oleh beberapa atau salah satu aspek kehidupan manusia, sehinga terjadi penyesuaian-penyesuaian tertentu. Akibatnya, tidak terjadi perubahan yang drastis, karena selalu ada pertautan antara keadaan yang lama dengan keadaan yang sekarang. Itulah sebabnya dapat dikatana sebagai keadaan yang seimbang (ekuilibrium). Tanda adanya penyesuaian, dapat dibayangkan bila kebudayaan sebagai pengatur tingkah laku setiap saat berubah. Kehidupan akan menjadi kacau mengingat tingkah laku, bahkan mungkin pandangan hidup, berubah dalam hitungan waktu detik, menit, jam, hari, pekan, dan tahun. Dengan adanya stabilitas atau keseimbangan, sistem kehidupan cenderung menjadi mantap dan dengan demikian anggapan bahwa adanya stabilitas atau keseimbangan itu berarti tidak terjadi perubahan, adalah tidak benar. Dalam mengkaji perubahan harus selalu dipertahankan petimbangan komponen-komponen waktu, ukuran atau besaran perubahan, tarap atau tingkatan abstraksi serta sudut pandangan perubahan, apakah dari sudut pandang pengamat, ataukah dipandang dari sudut pandang yang terkena perubahan.
Pertimbangan-pertimbangan di atas, itulah yan dipilih pada penulisan ini, mengingat perubahan itu merupakan suatu proses yang menyangkut kurun waktu tertentu. Oleh sebab itu, dalam menganalisis akan ditemukan perbedaan-perbedaan yang jelas, bergantung pada kurun waktu yang telah diamati dan sesuai dengan perjalanan waktu itu pula akan diketahui besarannya. Uraian di atas merupakan kerangka konseptual dalam upaya agar sewaktu menganalisis data tentang pandangan hidup orang Sunda dapat didekati dengan teori-teori yang relevan. Kerangka konseptual ini sengaja digunakan eklitik, agar diperoleh pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan masalah yang ingin dipecahkan. Lebih jauh dari itu, karena dalam kajian ini ingin diungkapkan bukan hanya pergeseran yang terjadi, tetapi secara utuh menampilkan sosok, wajah serta pandangan hidup orang Sunda masa kini.
Bentuk-bentuk Pergeseran
Pada aspek pandangan hidup tentang manusia sebagai pribadi, kecenderung-annya tetap pada pandangan semula. Setelah itu menyusul pergeseran, dan baru kemudian pilihan jatuh pada perubahan. Pandangan hidup yang tetap berkenaan dengan manusia sebagai pribadi nampak dalam hal pandangan terhadap guru, pemerintah, dan orang tua, tentang tempat kelahiran, dalam menghadapi cobaan atau penderitaan, dalam menghadapi orang yang telah berbuat salah kepada diri sendir, terhadap menuntut ilmu, tentang kerendahan hati, dan tentang harta benda. Pandangan semula tentang hal-hal itu tetap dipertahankan, yaitu guru, ratu (pemerintah), dan kedua orang tua harus ditaati perintahnya; kampung halaman tempat keahiran tidak boleh dilupakan, sewaktu-waktu harus dikunjungi; cobaan harus diterima, tetapi sudah nampak bukan semata-mata sebagai nasib, melainkan karena akibat perbuatan orang-orang yang serakah, orang yang berbuat salah hendaknya dimaafkan; walaupun pilihannya berubah, yaitu berikan balasan yang setimpal; ilmu harus dipelajari, agar dapat hidup dengan layak; tetapi harus bersopan santun dan rendah hati walaupun pada kenyataannya sekarang keadaan sudah sangat bercampur baur dengan perilaku yang berbeda-beda; tidak ada halangan untuk memiliki harta sebanyak-banyaknya, tetapi hidup harus tetap sederhana, sebab kekayaan bukanlah untuk bermewah-mewah melainkan untuk digunakan pada hal-hal yang bermanfaat.
Pandangan hidup yang mengalami pergeseran berkenaan dengan manusia sebagai pribadi nampak dalam hal pandangan tentang pantangan yang dikemukakan oleh orang tua yang alasannya tidak dijelaskan, tentang membela kehormatan, tentang hidup berkumpul dengan keluarga tentang perilaku agar dapat hidup selamat, dan tentang hidup sederhana asal ada kelayakan. Pandangan semula tentang hal-hal itu tidak ditentang atau ditinggalkan, akan tetapi diberi persyaratan yang sesuai dengan tuntutan kehidupan sekarang. Sebagai pilihan kedua mereka masih kembali kepada pandangan semula. Pergeseran itu adalah sebagai berikut; Kalau semula apa yang dilarang oleh orang tua berupa pamali itu harus dituruti, kini bergeser menjadi dituruti bila dapat dipahami, akan tetapi mereka tidak beranggapan bahwa segala pamali itu sudah bukan zamannya lagi. Demikian juga tentang menjaga kehormatan. Kalau semula mati untuk menjaga kehormatan adalah baik, kini bergeser menjadi kehormatan perlu dibela tetapi harus dengan kewaspadaan jangan sampai mati konyol. Bagaimana tentang hidup bersama agar tidak berjauhan dengan keluarga, yaitu bengkung ngariung bongkok ngaronyok. Kalau semula pribahasa itu dipegang teguh, mengingat pula pada kenyataan tanah Sunda cukup subur dan indah, kini bergeser kepada harus berusaha agar tidak mengalami kekurangan sehingga dapat tetap hidup bersama di lingkungan keluarga. Pergeseran seperti itu terjadi pula pada penerimaan terhadap perlakuan orang lain terhadap dirinya. Kalau semula perlakuan orang lain itu, walaupun tidak wajar, harus diterima dengan sabar, maka kini bergeser menjadi perlakuan orang lain harus diterima sepanjang hal itu wajar. Pergeseran di atas masih sangat dekat kepada pandangan semula, yang jika perlu dijadikan sebagai pilihan kedua. Ada juga pergeseran yang menjauhi pandangan semula, yaitu dalam hal hidup sekedar memenuhi kelayakan. Jika semula dipegang bahwa hidup harus sineger tengah, yaitu dalam kelayakan tidak bermewah-mewah atau berkekurangan, kini bergeser menjadi bagaimana kemungkinannya saja, bila ada kesempatan untuk beroleh kekayaannya hendaknya diraih, tetapi jika tidak dicukupkan dengan apa yang terjangkau. Sebagai pilihan kedua mereka tidak mengambil pandangan semula, melainkan berusaha untuk hidup lebih dari sekedar cukup.
Pandangan hidup yang mengalami perubahan berkenaan dengan manusia sebagai pribadi yaitu tentang bicara arif, bertindak hati-hati, keramahan kepada pendatang, pengalihan kebiasaan, dan tentang hidup yang dicita-citakan. Pandangan semula hal itu tersisih kebelakang, pilihan jatuh pada pandangan yang jauh dari pandangan semula, juga pilihan yang kedua tidak jatuh pada pandangan semula. Perubahan itu adalah sebagai berikut: Tentang pembicaraan seharusnya blak-blakan saja dan jangan seperti yang semula yaitu tidak secara jelas dengan maksud menentang perasaan orang lain. Begitu pula dalam bertindak, tidak usah terlalu banyak berfikir-fikir dulu, sebab yang penting adalah berbuat untuk mencapai hasil yang diharapkan. Terhadap pandangan semula bahwa seharusnya ramah terhadap tamu atau pendatang berubah menjadi harus waspada kepada orang yang baru dikenal atau pendatang, siapa tahu mereka akan menyusahkan. Tenang kebiasaan, misalnya mengenai bertanam, walaupun mata pencaharian itu bertanam tumbuhan tertentu tetapi jika dipandang ada yang lebih mmenguntungkan, lebih baik beralih menanam yang menguntungkan, dan meninggalkan yang selama ini telah dibiasakan, jadi pandangan semula, yaitu bertanam apa yang sudah menjadi kebiasaan, telah ditinggalkan. Tentang hidup yang dicita-citakan telah beralih kepada hidup yang bebas dari segala penderitaan, tetapi dalam hal ini masih dekat dengan pandangan lama yaitu hidup yang mulia dan kaya raya.
Demikianlah dalam pandangan hidup tentang manusia sebagai pribadi ada bagian-bagiannya yang tetap dan ada yang mengalami pergeseran dan perubahan. Yang tetap adalah yang berkaitan dengan diri sendiri, sedangkan yang bergeser adalah yang melibatkan pihak luar.
Pada aspek pandangan hidup tentang manusia dengan masyarakat, kecenderungannya adalah bergeser, disusul dengan kecenderungan kedua berupa perubahan, sedangkan pandangan yang semula tersisihkan. Pandangan hidup yang mengalami pergeseran berkenaan dengan manusia dengan masyarakat nampak dalam hal pandangan tentang sikap terhadap anggota keluarga yang miskin, kewajiban anak terhadap orang tua, dan sikap terhadap anggota keluarga yang miskin, kewajiban anak masih dekat dengan pandangan semula tetapi dengan persyaratan tertentu untuk menyesuaikannya dengan keadaan. Pergeseran itu adalah sebagai berikut : Terhadap anggota keluarga yang jatuh miskin, pandangan semula adalah bagaimanapun mereka harus dibantu, telah bergeser menjadi sewaktu-waktu perlu dibantu tetapi jangan sampai mereka terus mengantungkan diri kepada yang lain. Sebagai pilihan kedua adalah pandangan yang semula. Tentang kewajiban anak kepada orang tua, pandangan semula adalah berkaitan kepada orang tua dalam arti menuruti segala keinginan, nasihat, dan perintahnya, telah bergeser menjadi bukan menuruti segala keinginan melainkan hidup baik, tidak melupakannya, dan menghargai jasa-jasanya. Sebagai pilihan kedua adalah pandangan semula. Tentang bagaimana sikap terhadap hal yang tidak disetujui, pandangan semula adalah diam-diam saja sebab seharusnya pihak lain arif, walaupun dalam hati menyumpahi apa yang tidak disetujui itu, telah bergeser menjadi menyatakan atau mengusulkan secara baik-baik dan merundingkannya. Pilihan kedua ternyata jauh berbeda, yaitu bersi keras dan memprotesnya.
Pandangan hidup yang mengalami perubahan berkenaan dengan manusia dengan masyarakat adalah tentang perkawinan dengan orang dari daerah lain, dan tentang tugas istri kepada suami. Perubahan itu adalah sebagai berikut : Tentang perkawinan anak perempuan dengan laki-laki dari daerah lain, pandangan semula adalah anak perempuan tidak akan dikawinkan kepada lelaki dari daerah lain, baik karena enggan berjauhan maupun karena perbedaan adat, telah berubah menjadi sama sekali tidak keberatan mendapatkan menantu dari daerah lain. Pandangan yang semula tidaklah dihajdikan pilihan kedua, jadi perubahan ini cukup besar. Tentang tugas istri kepada suami, pandangan semula adalah istri menganggap suami sebagai junjunan yang harus dipatuhi nasihat dan perintahnya, telah berubah menjadi pandangan bahwa antara suami dan istri harus ada perlakuan yang seimbang, saling menghargai, dan suami adalah teman hidup. Dalam hal ini pandangan semula menjadi pilihan kedua.
Demikianlah pandangan hidup tentang manusia dengan masyarakat kecenderungannya bergeser dan berubah. Pergeseran terjadi terutama berkaitan dengan lingkungan keluarga. Jadi, berkenaan dengan lingkungan keluarga kaitannya dengan pandangan lama masih ada. Sebaliknya dengan lingkungan yang lebih luas perubahanlah yang terjadi. Pandangan lama cenderung tersisih.
Pada aspek pandangan hidup tentang manusia dengan Tuhan kecenderungan pada pandangan semula sangat kuat, setelah itu diikuti dengan pergeseran. Pandangan hidup yang tetap mengenai manusia dengan Tuhan nampak dalam pandangan bahwa orang Sunda sudah berketuhanan, tentang kekuasaan Tuhan, dan tentang pentingnya pendidikan agama. Pandangan semula tentang hal-hal itu tetap dipertahankan. Terdapat pandangan bahwa masyarakat Sunda sejak dahulu telah berketuhanan, dan Islam menjadikannya berketuhanan dengan tauhid. Juga, pandangan bahwa Tuhan berkuasa atas segala ciptaan-Nya, dan manusia harus pasrah dengan berdoa dan berusaha. Pendidikan agama dipandang sangat penting, karena itu tidak cukup hanya dirumah dan sekolah, melainkan harus ditambah di madrasah dan mesjid.
Pandangan hidup yang mengalami pergeseran berkenaan dengan manusia dengan Tuhan adalah tentang upacara adat seperti membuat sasajen dan sebagainya. Jika pandangan semula menganggap itu tidak apa-apa, sekarang menjadi pandangan bahwa upacara semacam itu hakikat dan caranya harus disesuaikan dengan ketauhidan dalam Islam.
Jika disimpulkan bahwa pandangan hidup orang Sunda, dengan tetap berakar pada tradisinya, telah dan sedang mengalami pergeseran dan perubahan, setidaknya dialami oleh orang-orang yang berada diperkotaan. Pergeseran itu nampaknya, ditandai oleh adanya pemikiran kearah yang lebih rasional, lebih waspada, lebih bertauhid dalam agama. Namun pergeseran itu terkadang nampak remang-remang, hampir tidak kelihatan, namun juga kadang terlihat nyata.
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik (Editor). 1974. Islam di Indonesia, Jakarta: Tintamas.
Bleeker, C. J. 1964. Pertemuan Agama-agama Dunia. Bandung: Sumur Bandung.
Chalil, Munawar. 1961. Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, Djakarta: Bulan Bin-tang.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1979). Sejarah Daerah Jawa Barat. Jakarta.
Rusyana, Yus. 1971. Bagbagan Puisi Sawer Sunda, Bandung.
___________. 1979. Novel Sunda Sebelum Perang. Jakarta.
___________. 1989. Pandangan Hidup Orang Sunda. Bandung: Departemen Pendi-dikan dan Kebudayaan.