Of Mice and Men adalah novel yang telah selesai aku baca. Jujur, banyak hal aku dapat setelah membaca buku ini. Beberapa di antaranya adalah tentang kesetiakawanan, impian, rasisme, dan diskriminasi. Akan sangat panjang kalau aku menceritakan semua itu. Makanya, sekarang aku hanya akan bercerita mengenai kesetiakawanan saja.
“Orang yang terlalu kesepian, dia bisa gila,” begitu kata Crooks. Kesetiakawanan membuatku belajar dan mengerti apa arti persahabatan. Ternyata, persahabatan yang sesungguhnya adalah tak peduli kita sedang bahagia atau sedih, tapi dia selalu ada di samping kita dan menemani.
Persahabatan memang tidak selalu seindah seperti yang kita bayangkan. Terkadang kita menganggap orang yang paling dekat dan selalu berterus-terang dengan keburukan kita secara tidak sadar tidak dianggap sahabat. Kita menganggap dia orang lain yang terlalu mengusik hidup kita, dan sok peduli dengan hidup kita. Padahal, dia adalah sahabat kita yang sebenarnya. Karena dia selalu berkata jujur dan apa adanya tentang kita, juga dia yang selalu mengingatkan jika kita sedang khilaf.
Namun tak jarang, kita sering menganggap orang yang berbicara apa adanya kepada kita sebagai musuh yang membenci kita. Entah karena ucapannya yang menyakitkan, atau karena apa yang mereka ucapkan benar tapi ego kita menolaknya. Memang lebih mudah dan menyenangkan mendengar seseorang selalu membenarkan ucapan atau perbuatan kita. Tapi secara tidak sadar, orang yang seperti itu sebenarnya sedang menjerumuskan kita. Mereka tidak akan membuat kita tumbuh dan belajar dari masalah, sebaliknya, kita akan terjebak pada kebahagiaan yang palsu. Bagiku, seseorang yang blak-blakkan lebih baik daripada orang yang selalu mengangguk-angguk di depan padahal di belakang selalu ricuh membicarakan kita.
Aku pernah punya pengalaman dengan sahabat yang berusaha menjerumuskanku pada kekalahan secara halus. Mungkin dia tidak menyadarinya, tapi aku yakin kalau dirinya ingin terlihat lebih unggul. Ceritanya, satu waktu aku melakukan sesuatu yang aku ragu apakah itu salah atau benar. Lalu aku bertanya pada sahabatku itu, untuk meminta pendapat. Tapi ketika aku tanya apa aku melakukan kesalahan atau tidak, dia hanya tersenyum licik dan berkata, “Tidak, kau sudah benar teman.”
Mungkin sebenarnya aku sudah tahu kalau aku memang melakukan kesalahan, mungkin aku hanya malu dan punya ego tinggi untuk mengakuinya, jadi untuk itu butuh seseorang yang bisa menyadarkanku. Hanya saja saat mendengar jawabannya, aku jadi kecewa; padanya dan pada diriku sendiri.
Sejak saat itu aku menyadari kalau selama ini sahabatku itu memang selalu begitu. Mungkin maksudnya baik, supaya aku tidak tersinggung atau takutnya aku marah. Tapi aku tipikal orang yang mending kalau ada salah langsung ditegur saja di depan muka, dan aku sering menjelaskan hal ini kepada sahabatku itu. Selalu katakan kebenaran walaupun itu pahit.
Tanpa seorang sahabat kita akan kesulitan untuk mengintrospeksi diri sendiri. Karena hanya sahabat yang bisa menegur dan mengingatkan kita tanpa takut merasa ini-itu. Dengan adanya sahabat, kita bisa lebih mudah untuk berproses dalam pengembangan diri, apalagi pada masa-masa remaja yang masih labil dan mencari jati diri.
*
Goerge Milton dan Lennie Small adalah contoh tentang betapa kuat kesetiakawanan bisa terjalin.
George adalah orang yang sabar dalam menghadapi sikap sahabatnya yang selalu membuat onar dan jengkel. Walaupun begitu, George tidak pernah meninggalkan ataupun membiarkan Lennie, sahabatnya, dalam kesusahan. Alasan pertama yang membuatnya tidak pernah meninggalkan Lennie karena George merasa seperti telah diberi amanat oleh bibi Lennie yang sudah tua renta. Alasan kedua, karena George tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, dan tidak punya teman yang setia selain Lennie.
Semua orang pasti memiliki rasa ketergantungan kepada orang lain. Karena pada hakikatnya, manusia itu diciptakan berpasang-pasangan dan untuk saling melengkapi satu sama lain. Begitulah persahabatan George dan Lennie saling melengkapi. Seperti George yang membutuhkan tenaga Lennie yang memiliki kekuatan otot lebih untuk membantunya bekerja di pertanian. Sebaliknya, Lennie yang membutuhkan George menyangkut pekerjaan yang membutuhkan otak.
George selalu sabar menghadapi sikap Lennie yang tolol dan menjengkelkan. Walau Lennie selalu membuat masalah, tapi George tetap sabar dan setia menemani temannya yang lemot itu. Pada akhirnya, mereka memang berpisah, dan kematianlah yang memisahkannya. Lennie memang meninggal, tapi kisah persahabatannya dengan George tak pernah mati.
Judul Of Mice and Men | Penulis John Steinbeck | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | Tebal 144 hal | Peresensi Aisyah Faujiah | Penyunting Ridwan Malik