BAB 9-11
Saya terheran-heran dengan Allan yang begitu keren dan aneh. Ia merupakan seorang pintar dan cerdas. Namun anehnya, kerjaan sehari-harinya hanyalah makan-tidur-main atau dalam Basa Sunda biasa disebut dengan istilah hardolin alias dahar-modol-ulin. Anehnya lagi, jika biasanya orang pintar dan cerdas cenderung memiliki sifat belagu, sebaliknya, ia begitu tawadhu.
Suatu ketika, di sebuah rapat besar yang dihadiri oleh ilmuwan-ilmuwan fisika hebat, Allan mendapat pekerjaan sebagai tukang seduh kopi. Ia mengikuti rapat itu berhari-hari, berminggu-minggu, dan berbulan-bulan. Hingga akhirnya, ia merasa bosan pada masalah yang begitu sulit dipecahkan oleh para ilmuwan. Padahal baginya, masalah itu sangat mudah untuk dipecahkan. Di depan para ilmuwan fisika hebat, ia pun nyeletuk memberi komentar bagaimana seharusnya menyelesaikan masalah yang sedang diperdebatkan.
Bagi saya, peristiwa itu begitu hebat. Itu mengajarkan saya untuk selalu rendah hati. Setinggi apa pun ilmu yang telah kita capai, seperti kata pepatah, kita haruslah tetap berilmu padi. Kelihatannya saja Allan hanya seorang tukang seduh kopi saja, tapi nyatanya, ia mampu menyelesaikan masalah yang dianggap sulit oleh para imuwan dengan mudah.
Slow but Sure
Ceritanya, Allan berjalan dari Tiongkok menuju Iran seorang diri. Perjalanan itu tentu adalah sebuah perjalanan yang sangat jauh. Selain jauh, itu juga merupakan perjalanan yang bisa dikatakan mustahil. Karena tentu membutuhkan tenaga dan logistik yang tak sedikit jumlahnya. Namun, toh di sela-sela kemustahilan selalu terdapat kemungkinan. Dan itulah mungkin yang menimpa Allan.
Di perjalanan jauhnya itu, hal paling mengerikan yang dialami Allan adalah saat ia harus berjalan melewati gunung Himalaya. Sebuah gunung dengan cuaca dingin yang ekstrem yang tak bisa dilewati sembarang orang. Di sini, ia mengalami kedinginan dan kelaparan yang teramat menyakitkan. Hanya saja, meski keadaannya bisa dikatakan hampir mati, dengan mental baja dan tekad bulatnya, ia mampu merampungkan perjalanan tersebut. Walau memang, butuh waktu dan penderitaan selama bertahun-tahun lamanya.
Kita bisa ambil hikmah dari cerita perjalanan Allan. Saya pikir, jika ia tak punya mental baja dan tekad bulat serta keyakinan tinggi, sudah pasti ia akan mati kelaparan dalam keadaan beku. Namun ternyata, karena mental, tekad, dan keyakinannya yang tinggi, ia pun berhasil mengatasi segala keterbatasan hingga kemudian tiba di Iran.
Berjalanlah perlahan. Tak perlu lari biar cepat sampai. Perlahan saja. Pelan tapi pasti.
Judul The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and Disappeared | Penulis Jonas Jonasson | Penerbit Bentang Pustaka | Tebal 508 hal | Peresensi Muhamad Nur Ihwan | Penyunting Ridwan Malik