EnglishArabicIndonesian

Syetanologi

Dua kelompok besar makhluq yang diciptakan Allah SWt, yakni :

1. Makhluq Hissiyyah yaitu makhluq yang bisa diraba dan dilihat, seperti manusia, flora dan fauna
2. Makhluq Ruhiyyah yaitu makhluq yang tidak bisa dilihat dan diraba, seperti malaikat dan jin.

Malaikat
adalah makhluq gaib yang diciptakan dari cahaya seperti dijelaskan oleh Rosulullah saw :”Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan api, dan adam diciptakan dari apa yang diterangkan kepada kamu.” (HR. Muslim).
Malaikat diciptakan lebih dahulu dari manusia sebagaimana firman-Nya :”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah di muka bumi………………” (Albaqoroh : 30).

Wujud Malaikat

Sebagai makhluq gaib, wujud malaikat tidak dapat dilihat, didengar, diraba, dicium dan dirasakan oleh manusia; atau dengan kata lain tidak dapat dijangkau oleh pancaindra, kecuali jika malaikat menampilkan diri dalam rupa tertentu seperti rupa manusia. Dalam beberapa ayat dan hadits disebutkan beberapa peristiwa malaikat menjelma menjadi manusia.

“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (Malaikat-Malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan “Selamat”. Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata :”Jangan kamu  takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth.” (Hud 11 : 69 – 70)

“Dan ceriterakanlah kisah Maryam di dalam Al-Quran, yaitu ketika ia menjauhkan diri kepada keluarganya ke suatu tempat disebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang dilindunginya) dari mereka, lalu Kami mengutus Ruh Kami (Jibril as) kepadanya, maka ia (Malaikat Jibril) menjelma dihadapanya dalam bentuk manusia yang sempurna.” (Maryam : 16 – 17)

Dalam suatu hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa Malaikat Jibril pernah datang dalam rupa manusia menemui Rosulullah saw yang disaksikan oleh sahabat-sahabat beliau, antara lain Umar bin Khottob dan menanyakan tentang Islam, Iman, Ihsan dan Sa’ah (kiamat). Setelah Malaikat itu pergi, barulah Rasulullah saw bertanya kepada Umar :”Ya Umar, tahukah anda siapa yang bertanya tadi ?”, Umar menjawab :” Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Lalu Rasulullah saw bersabda :” Sesungguhnya ia adalah Jibril yang datang mengajarkan ad-Diin kepada kalian.” (HR. Muslim)

Malaikat tidak dilengkapi dengan hawa nafsu, tidak memiliki keinginan seperti manusia, tidak berjenis kelamin  laki-laki atau perempuan, dan tidak berkeluarga. Hidup dalam alam yang berbeda dengan kehidupan alam semesta yang kita saksikan ini. Yang mengetahui hakikat wujud malaikat hanyalah Allah swt.

Sifat Malaikat

Malaikat adalah hamba Allah swt yang mulia. Firman-Nya :” Dan mereka berkata : Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak”. Mahasuci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan.” (Al-Anbiya : 21)

Malaikat selalu menghambakan diri kepada Allah dan patuh akan segala perintah-Nya, serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada Allah swt. “Mereka  (malaikat-malaikat) itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (Al-Anbiya : 27). “Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang disisi-Nya, mereka tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada pula merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (Al-Anbiya : 19). ” “………….Mereka (malaikat-malaikat) tidak membangkang kepada Allah terhadap segala sesuatu yang Dia perintahkan kepada mereka, dan merekapun selalu melakukan segala sesuatu yang diperintahkan kepada mereka.” (At-Tahrim : 6).

Kedudukan Malaikat dan Manusia

Pada prinpnya, malaikat itu makhluq yang mulia sebagaimana dijelaskan di atas. Namun jika manusia beriman dan taat kepada Allah swt, ia bisa lebih mulia daripada malaikat. Ada beberapa alasan yang mendukung pernyataan tersebut.

1. Allah swt memerintahkan kepada Malaikat untuk bersujud (hormat) kepada Adam as. Allah berfirman :”Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para Malaikat : “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabur dan ia adalah termasuk golongan kafir.” (Albaqoroh : 34)

2. Malaikat tidak bisa menjawab pertanyaan Allah tentang Al asma (nama-nama ilmu pengetahuan), sedangkan Adam mampu, karena memang diberi ilmu oleh Allah swt. Allah berfirman :” Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat, lalu berfirman :”Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang golongan yang benar. Mereka menjawab :” Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami; sesungguhnnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman : “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini. ” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman : “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.” (Al-Baqarah : 31 – 32)

3. Kepatuhan Malaikat kepada Allah swt karena sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki hawa nafsu; sedangkan kepatuhan manusia kepada Allah swt melalui perjuangan yang berat melawan hawa nafsu dan godaan syetan.
4. Manusia diberi tugas oleh Allah menjadi Khalifah di permukaan bumi. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat :”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi……………..”(Al-Baqarah : 30)

JIN, IBLIS dan SYETAN

Secara etimologis, kata Al-Jin berasal dari kata janna yang artinya bersembunyi. Dinamai Al-Jin karena tersembunyi dari pandangan manusia. Kata lain yang berasal dari kata janna adalah janin artinya jabang bayi, dinamai demikian karena tersembunyi di dalam perut ibu.

Secara terminologis, Jin adalah sebangsa makhluk gaib (makhluk rohani) yang diciptakan oleh Allah swt dari api, sebagaimana firman Allah : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari tanah liat yang kering yang berasal dari lumpur hitamyang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan Jin sebelum Adam dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr : 26 – 27)

Bangsa jin juga mukallap (diperintahkan untuk mengerjakan syariat agama) sebagaimana halnya manusia, sedangkan Rasul yang mereka ikuti adalah Rasul dari manusia. Dalam hal ini Allah berfirman :” Hai golongan Jin dan Manusia, apakah belum datang kepadamu Rasul-Rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu hari ini ? Mereka berkata :”Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri.” Kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang kafir.” (Al-An’am : 130).

Bangsa jin itu ada yang patuh dan ada yang durhaka kepada Allah swt, sebagaimana dinyatakan oleh Allah swt :”Dan sesungguhnya diantara kami (bangsa Jin) ada yang shaleh dan adapula yang tidak demikianhalnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” ( Al-Jin : 11). ” Dan sesungguhnya diantara kami (bangsa Jin) ada yang taat dan ada yang menyimpang dari kebenaran. Barang siapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka jahanam.” (Al-Jin : 14 – 15)

Tatkala Allah swt memerintahkan kepada bangsa Jin untuk sujud kepada Adam bersama dengan para malaikat, salah satu dari mereka menentang, selanjutnya yang menentang itu dikenal dengan nama Iblis, sebagaimana dinyatakan oleh Allah swt :” Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para Malaikat (implisit perintah itu ditujukan juga kepada bangsa Jin) : “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabur dan ia adalah termasuk golongan kafir.” (Albaqoroh : 34)

Iblis itulah nenek moyang seluruh syetan, yang seluruhnya selalu durhaka kepada Allah swt dan bertekad untuk menggoda umat manusia mengikuti langkah mereka menentang perintah Allah swt.

Ringkasnya, Jin adalah makhluk gaib yang diciptakan oleh Allah swt dari api, mukallap seperti manusia, diantara mereka ada yang patuh dan ada yang durhaka. Yang durhaka pertamakali adalah Iblis, anak-cucunya disebut Syetan.

Strategi Syetan

Dalam Tafsir Ayat Al-Ahkam, hal 17, syetan berasal dari kata syathona artinya menjauh. Dinamai syetan karena suka menjauhkan manusia dari kebenaran. Syetan pernah bersumpah akan menjauhkan manusia dari jalan yang benar dan akan menyesatkan manusia dari segala penjuru.

Syetan berkata :”Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalang-hgalangi manusia dari jalan engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf 7 : 16 – 17)

Sesungguhnya secara fitrah manusia memiliki haniif (condong kepada kebaikan), buktinya kalau kita melakukan kemaksiatan, pelanggaran, dll. suka menyesal. Ini bukti bahwa tabeat manusia itu cenderung baik/haniif. Namun karena syetan telah memproklamirkan dirinya untuk menjerumuskan manusia dari jalan yang benar, maka fitrah haniif ini sering tak berdaya dengan jeratannya.

Setiap manusia punya peluang untuk dijerumuskan, Allah swt telah menyertakan syetan pada setiap manusia, bahkan berada pada aliran darahnya.

“Setiap diri kamu pasti didampingi syaitan. Para sahabat bertanya : Bagaimana dengan Engkau ya rasulullah ? Nabi menjawab : Ya saya juga, hanya Allah menolong saya dengan cara (Syetanya) masuk islam, sehingga ia selalu menyuruh yang baik.” (HR. Bukhori).

“Sesungguhnya syetan berada dalam peredaran darah manusia, dan aku khawatir ia membisikkan keburukan pada hatimu” (HR. Bukhori-Muslim).

Merujuk pada keterangan ini jelaslah bahwa kita berada diantara dua tarikan; tarikan positi (haniif) dan tarikan negatif (syetan). Keduanya inheren (ada-menyatu) dalam diri kita. Pertanyaannya, Bagaimanakah agar tarikan haniif (kebaikan) lebih dominan dan tarika syetan bisa kita eliminir (dilemahkan) ?

“Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Quran) Kami adakan baginya Syaithan (yang menyesatkan) maka Syaithan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az-Zukhruf 43 : 36)

Agar terhindar dari tarikan syetan, kita harus selalu ingat kepada-Nya, jangan lengah dari aturan-aturan-Nya, barengi seluruh aktifitas keseharian dengan ikhlas dan do’a (dzikir). Ingat, ia selalu mengintai manusia dari setiap penjuru. Begitu lengah, serta merta ia akan memanfaatkan peluang emas ini untuk membisikkan kejahatannya, sehingga kita terjebak menjadi sahabat karibnya, akhirny aterjerambab dalam kehidupan nista penuh maksiat.

Syetan mempunyai dua target, yaitu memperbudak manusia dan mengkondisikan agar manusia lupa kepada Allah swt. “Syetan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syetan. Ketahuilah sesungguhnya golongan syetan itulah golongan yang merugi.” (QS. Al-Mujadalah 58 : 19)

Ada beberapa strategi yang ditempuhnya untuk mewujudkan target tersebut,

1. Wasawasah, artinya membisikkan keraguan ketika melakukan kebaikan atau amal shaleh. Hampir sering terbersit fikiran yang membuat kita tidak jadi melakukan suatu kebajikan.

2. Tazyin, Membungkus kemaksiatan dengan kenikmatan. ” Iblis berkata : ” Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik perbuatan maksiat di muka bumi dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis diantara mereka.” (Al-Hijr : 39 – 40)

3. Tamanni, artinya memperdayakan manusia dengan khayalan dan angan-angan. “Dan sesungguhnya saya (syetan) akan menyesatkan mereka, dan sesungguhnya saya akan bangkitkan angan-angan kosong pada mereka……….” (An-Nisa : 119). “Syetan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syetan tidak menjanjikan kepada mereka selain tipuan belaka.” (An-Nisa : 120)

4. A’dawah, artinya permusuhan. Syetan membangkitkan permusuhan diantara manusia berawal dari mengajak manusia untuk berprasangka buruk tehadap manusia lainnya. Dengan prasangka buruk perselisihan sulit untuk didamaikan.

5. Takhwif, artinya menakut-nakuti. Syetan menhembus-hembuskan rasa takut terhadap situasi, kondisi, makhluk, status sosial dll.  untuk tidak mengamalkan ajaran-ajaran-Nya.

6. Shaddun, menghalang-halangi manusia dari menjalankan nperintah Allah dengan menggunakan berbagai hambatan.

7. Nisyan, Lupa adalah manusiawi, tapi syetan berusaha manusia untuk selalu lupa sebagai alasan menutupi kesalahan atau menghindari tanggung jawab.

8. Wa’dun, janji palsu. Syetan berusaha membujuk manusia supaya mau mengikutinya dengan memberikan janji-janji yang menggiurkan. Di akhirat syetan mengakui bahwa janji-janji yang diberikannya kepada manusia di dunia adalah janji palsu. “Dan berkata syetan tatkala perkara telah diselesaikaan : “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu. melainkan sekedar menyeru kamu, lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku saama sekali tidak dapat menolongmu, dan kamupun sama sekali tidak bisa menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan peebuatanmu mempersekutukanku (dengan Allah) sejak dahulu.” Sesungguhnya orang-orang yang dzolim itu mendapat siksaan yang pedih.” (Ibrahim : 22)

9. Kaidun, Tipu daya. “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang kafir berperang di jalan thogut, sebab itu perangilah kawan-kawan syetan itu, karena sesungguhnya tipu daya syetan itu adalah lemah.” (An-Nisa : 76)

10. Takhwif, menakut-nakuti. Takut bukan tabi’i manusia, seperti takutnya diterkam binatang buas, bukan pula takut syar’i, seperti takutnya melakukan maksiat. Tapi takut yang dimaksud dari bujukan syetan adalah takut untuk mengatakan yang sebenarnya, takut menyatakan kebenaran, takut untuk menegakkan hukum Allah, takut melakukan amar ma’ruf nahi munkar karena khawatir dengan segala resiko dan konsekwensinya. “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syetan yang menakut-nakuti pengikut-pengikutnya, oleh sebab itu janganlah takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Ali Imran : 175)

Sepuluh strategi ini akan dengan sungguh-sungguh dijalankan oleh syetan baik dari golongan jin maupun dari golongan manusia.

Melawan Syetan.

Beberapa usaha bisa dilakukan untuk melawan syetan, antara lain :

1. Masuk Islam secara Kaffah (utuh), jalankan ajaran Islam secara istiqomah dan menjauhi segala langkah-langkah syetan. ” Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqoroh : 208)

2. Selalu menyadari bahwa syetan adalah musuh utama, dan memperlakukannya sebagai musuh. ” Sesungguhnya syetan itu musuh bagimu, maka anggaplah ia musuhmu karena sewsungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongannya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” ( Fathir : 6)

3. Secara praktis Rasulullah mengajarkan beberapa hal berikut :

a. Membaca al-Isti’adzah (Muttafaqqun ‘Alaihi)

b. Membaca al-Ma’udzatain (Surat Al-Falaq dan Surat An-Nas). (HR. Nasa’i)

c. Membaca ayat kursi (Al-Baqarah : 255). (HR. Muslim)

d. Membaca Surat Al-Baqarah lengkap. (HR. Muslim)

e. Membaca dzikir 100 kali sehari (HR. Muttafaqqun ‘Alaihi)

f. Berwudlu tatkala marah (HR. Abu Daud)

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn

Leave a Reply