Tarawih

(Dalil) Shalat Tarawih 11 Rakaat

عَنْ ابْنِ سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ  كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ الله (ص) فِى رَمَضَانَ؟ فَقَالَتْ: مَا كَانَ يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلىَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلىِّ اَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ, ثُمَّ يُصَليِّ ثَلاَثًا .(البخارى – فتح البارى)

“Dari Abi Salamah bin Abdu al-Rahman, ia pernah bertanya kepada ‘Aisyah: Bagaimana shalat Rasulullah saw di bulan Ramadhan?. ‘Aisyah menjawab: “Adalah Rasulullah tidak lebih dari 11 rakaat, baik di bulan Ramadlan atau di luar bulan Ramadlan. Beliau shalat empat rakaat, dan juga kau tanyakan mengenai baik serta lamanya, kemudian beliau shalat (lagi) empat rakaat dan jangan kau tanayakan mengenai baik serta lamanya kemudian beliau shalat tiga rakaat.” (HR. al-Bukhori; Fathul Bari IV:251)

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: صَلَّى رَسُولُ الله (ص) فِى رَمَضَانَ  ليَلَةَ ثَمَانٍ رَكَعَاتٍ وَالوِترْ َفَلَمَّا كَانَ مِنَ القَابِلةَ ِ اجْتَمَعْنَا فِي الَمسْجِدِ وَرَجَوْناَ أَنْ يَخْرُجَ إِليَنْاَ فَلَمْ يَزَلْ فِيْهِ حَتَّى أَصْبَحْنَا قَالَ: إِنِّي كَرِهْتُ وَخَشِيْتُ أَنْ يَكْتُبَ عَلَيْكُمْ الوِتْرُ. –ورواه ابن خويمة وابن حبان فى صحيحيهما. –الفتح الرباني 5: 17 –فقه السنة 1: 206-

“Dari Jabir, ia berkata: ‘Rasulullah pernah shalat pada suatu malam Ramadlan delapan rakaat di tambah witir, maka ketika di malam berikutnya kami berkumpul di mesjid dan kami mengharap Nabi ke luar untuk shalat bersama kami, kami senantiasa berada di dalam mesjid sampai shubuh, Nabi besabda: ‘Sesungguhnya kami takut/khawatir shalat witir itu di wajibkan atas kamu”. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaiman dan Ibnu Hibban dalam kedua kitabnya. (shahihain”). (Fathu Robanni V:17; Fiqh Sunnah I:206)

وَرَوَى أَبُو يَعْلىَ وَالطَّبْرَانِيُّ بِسَنَدٍ حَسَنٍ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ إِلَى رَسُوِل الله (ص) فَقَالَ: يَا رَسُولَ الله أَنّهُ كَانَ منى اللَّيْلَةَ شَيْئٌ يَعْنِي فِي رَمَضَانَ   قَالَ: وَمَا ذَاكَ ياَ أَبيِ؟ قَالَ: نِسْوَةٌ فِي دَارِي قُلْنَ: إِنَّا لاَنََقْرَأُ القُرْآنَ فَنُصَلِّي بِصَلاَتِك؟ فَصَليَّتُ بِهِنَّ ثَمَانِي رَكَعَاتٍ وَأَوْتَرْتُ. فَكَانَتْ سُنَّةُ الرِّضَا وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا. –فقه السنة 1:206-

“Abu Ya’la dan Thabrani telah meriwayatkan hadits dengan sanad hasan, ia berkata: Telah datang Ubay bin Ka’ab kepada Rasulullah kemudian ia bertanya: “Wahai Rasulullah sungguh telah terjadi sesuatu tadi malam, yakni di bulan Ramadhan”. Nabi bertanya: “Apakah itu wahai Ubay? Ia menjawab: ‘Perempuan –perempuan di rumahku, merkea bertanya: “Sesungguhnya kami tidak dapat membaca al-Quran, maka (bolehkah) kami shalat bersamamu?” Kemudian aku shalat bersama mereka delapan rakaat, di tambah dengan witir. Maka kejadian tersebut berarti sunnah ridla (sunnah taqririyyah/sikap diam Nabi saw). Nabi pun tidak mengatakan apa-apa”. (Fiqh Sunnah I:206)

قَالَ الَهيْثَمِي فيِ مَجْمَعِ الزَّوَاِئدِ : إِسْنَادُهُ حَسَنٌ. –تحفة الأحوذي-

“Menurut al-Haitsaami dalam (kitab) “Majma’tu Al-Zawaid”, sanadnya hasan. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:526)”

عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ أَنَّهُ قَالَ :أَمَرَ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ  وَتَمِيْمًا الدَارِي يَقُوْمَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى  عَشْرَةَ رَكْعَةً وَكَانَ القَارِئ ُ يَقْرَأُ بِالمِئِيْنِ. –تحفة الأحوذي-

“Dari Saib bin Yazid, ia berkata :” Umar bin Khattab pernah memerintah Ubay bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk memahami orang-orang dengan 11 rakaat akan halnya al-Qari (pembaca/imam) suka membaca kira-kira 100 rakaat”. (Tuhfat Al-Ahwadzi).

وَرَوَاهُ أَيْضًا سَعِيْدُ بْنُ مَنْصُور وَأَبُو بَكْرٍ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ قَالَ: النَوَوِي فِي أَثاَرِ السُّنَنِ: إِسْنَادُهُ صَحِيْحٌ.  –تحفة الأحوذي3: 526-

“Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Saad bin Manshur dan Abu Bakar bin Abi Syaibah. Menurut al-Nawawi di dalam (kitab)  “Atsaari Al-Sunan”. Sanadnya shahih”.

قُلْتُ: القَوْلُ الرَّاجِحُ المُخْتَارُ القَوِيُّ مِنْ حَيْثُ الدَّلِيْل هُوَ هَذَا القَوْلُ الَأخِْيُر الَّذِي اخْتََارَهُ مَالِكٌ لِنََفْسِهِ أَعْنِي احْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً, وَهُوَ الثَّاِبتُ عَنْ رَسُولِ الله ص. بِالسَّنَدِ الصَحِيْحِ بِهَا أَمَرَ عُمَرُبْنُ الخَطَّابِ وَأَمَّا الأَقْوَالُ البَاقِيَةُ فَلَمْ يَثْبُتْ وَاحِدٌ مِنْهَا عَنْ رَسُولِ الله ص. بِسَنَدٍ صَحِيْحٍ خَالَ عَنِ الكَلَامِ. –تحفة الأحوذي 3:523-

“Menurutku (pengarang Tuhfat al-Ahwadzi), pendapat yang paling kuat, dan terpilih di tinjau dari segi dalilnya, adalah pendapat yang terakhir ini, yaitu yang telah dipilih oleh Imam Malik untuk dirinya, yakni (shalat tarawih) dengan 11 rakaat, itulah yang telah pasti dari Nabi saw, dengan sanad yang shahih, serta itu pula yang diperintahkan oleh Umar ra. Adapun beberapa penmdapat lain (di luar 11 rakaat), maka tak satu pun ada yang berdasar hadits Nabi yang shahih- yang sepi dari perbincangan.” (Tuhfat Al-Ahwadzi III:523)

قَالَ الشَّوْكَانِي: وَأَمَّا العَدَدُ الثَّابِتُ عَنْهُ ص. فِي صَلاَتِهِ فِي رَمَضَانَ فَأَخْرَجَ  البُخَارِي وَغَيْرِه عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: مَا كَانَ النَّبِيُّ ص. يَزِيْد فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَْيِرِهِ عَلىَ إِحْدَى عَشْرَةَ  رَكْعَةً. –نيل الأوطار 3:61-

“Menurut al-Syaukani, bahwa jumlah (rakaat tarawih) yang shahih dari Nabi mengenai shalatnya (Nabi) di bulan Ramadhan, maka mengenai hal itu telah dikeluarkan oleh Bukhori serta yang lainnya dalam riwayat Aisyah (dalam hal) mana ia pernah berkata di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan.” (Nailul Author III:61)

KESIMPULAN:

  1. Berdasarkan hadits-hadits tersebut di atas, maka jumlah rakaat tarawih maksimal adalah 11 rakaat.
  2. Jumlah tersebut (11 rakaat) bukan saja di lakukan Nabi di bulan Ramadlan, tetapi juga di  luar bulan Ramadlan (tahazud).
  3. Mereka (orang-orang) yang berpendapat 23 rakaat, 39 rakaat, atau 41 rakaat sama sekali tidak berdasar hadits shahih.
  4. Mereka (orang-orang) yang berpendapat bahaw tarawih yang 23 rakaat itu diamalkan oleh Umar bin Khattab dan Ali ra. Itu tidak benar (karena haditsnya dlaif, justru riwayat yang shahih menyatakan bahwa Umar memerintahkan tarawih 11 (sebelas) rakaat.
  5. Ada ulama yang menyimpulkan bahw tarawih yang utama itu ialah yang 23 rakaat, berdasarkan qaidah “Khairu al-Umuru al-Ausathu” (sebaik-baik urusan itu ialah pertengahannya). 11 rakaat terlalu sedikit; 41 rakaat terlalu banyak, maka yang tengah itu yang 23 rakaat, ialah jumlah yang tengah-tengah antara 11 dengan 41 rakaat. Kesimpulan ini keliru/salah karena mereka hanya berdasarkan qaidah, padahal tentang hal itu telah ada hadits/dalil yang khusus dan shahih.

قيام رمضان

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ (ض) قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ (ص) يَرْغِبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرَ أَنْ يَأْمُرَ فِيْهِ بِعَزِيْمَةِ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. -رواه الجمعة-

عَدَدُ رَكَعَاتِهِ,  وَأَدِلَّتُهُمْ وَالجَوَابُ عَنْهَا

Dari Abu Hurairah ra ia mengatakan bahwa Rasulullah saw menggemarkan (menganjurkan) shalat qiyamu Ramadhan, tetapi tidak dengan perintah yang wajib, Nabi bersabda: “Siapa yang melaksanakan shalat qiyamu Ramadhan atas dasar iman karena Allah, niscaya diampuni dosa-dosa yang telah lalu”. (HR. Jamaah)

س- وَقَدْ رَوَى مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ مِنْ طَرِيْقٍ دَاوْدَبْنِ قَيْسٍ قَالَ: أَدْرَكْتُ النَّاسَ فِى إِمَارَةِ  أَبَانَ بْنِ عُثْمَانَ وَعُمَرَ ابْنِ عَبْدِ العَزِيْزِ يَعْنِى بِالمَدِيْنَةِ يَقُومُونَ بِسِتٍّ وَثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً وَيوُتِرُونَ بِثَلاَثٍ. _نيل الاوطار 61:3

Muhammad bin Nashr telah meriwayatkan dari jalan Daud bin Qais, ia berkata: “Aku mendapatkan orang-orang di zaman pemerintahan ABAN BIN UTSMAN dan UMAR BIN ABDUL AZIZ di Madinah, mereka shalat 36 rakaat dan ditambah witir 3 rakaat”. (Nailul Author III:61)

ج_ قَالَ ابْنُ قَدَامَةَ فِى المَُغْنِى وَصَالِحٌ ضَعِيْفٌ ثُمَّ لايَدْرِى مِنَ النَّاسِ الَّذِيْنَ اخْبَرَ عَنْهُمْ فَلَعَلَّهُ قَدْ أَدْرَكَ جَمَاعَةٌ مِنَ النَّاسِ يَفْعَلُونَ ذَلِكَ وَلَيْسَ ذَلِكَ بِحُجَّةٍ. ثُمَّ لَوْ ثَبَتَ أَن أَهْلَ المَدِيْنَةِ كُلُّهُمْ فَعَلُوْهُ لَكَانَ مَا فَعَلَهُ عُمَرُ (ض) وَاجْمَعَ عَلَيْهِ الصَّحَابَةُ فِى عَصْرِهِ أَوْلَى بِالإِتِّبَاعِ. -الفتح الربان 18:5 –

Menurut Ibnu Qadamah dalam al-Mughni (dalam hadits tersebut terdapat rawi bernana SHALIH), dia itu dlaif, lalu tidak diketahui siapakah yang dimaksud “Orang-orang” dalam keterangan tersebut?

Barangkali ia mendapatkan segolongan yang melakukan hal itu (23 rakaat) dan hal itu tidak bisa dijadikan hujjah. Kemudian andai penduduk Madinah (masa itu) seluruhnya melakukan hal itu tentu saja apa yang dilakukan Umar (shalat tarawih 11 rakaat) dan yang telah disepakati para shahabat lainnya tentu lebih utama untuk diikuti. (Fathu Robbani V:18)

س- عَنْ يَزِيْدَ بْنِ رُومَانَ اَنَّهُ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِى زَمَانِ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ فِى رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً. _رواه مالك –الموطأ 138:1 ,فتح البارى 253:4

Masalah (kedua):

Dari Yazid bin Ruman, ia berkata: “Adalah manusia di zaman Umar bin al-Khattab shalat Tarawih di (bulan) Ramadhan berjumlah 23 rakaat” (HR. Malik; Al-Muwatha I:138; Fathu Al-Bari IV: 253)

ج- رَوَاهُ البَيْهَقِى لَكِنَّهُ مُرْسَلٌ فَاِنَّ يَزِيْدَ بْنَ رُوْمَانَ لَمْ يُدْرِكْ عُمَرَ. -المجموع   شرح المهذب 33:4 –

-وَهَذَا مُخَالِفٌ لِمَا هُوَ اصَحَّ مِنْهُ وَهُوَ: عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ أَنَّهُ قَالَ: اَمَرَ عُمَرَ الخَطَّابِ (ض)

Penjelasan:

Hadits tersebut (di atas) diriwayatkan oleh Baihaqi, namun haditsnya Mursal, karena Yazid bin Ruman tidak bertemu (sezaman) dengan Umar. (Al-Majmu IV:33)

(Ditambah pula) hadits tersebut menyalahi hadits yang lebih shalih, yang diriwayatkan dari Umar, yaitu: “Dari Said bin Yazid, ia berkata: “Umar bin Al-Khattab pernah memerintah kepada Ubay bin Ka’ab dari Tamim Al-Dariy untuk mengimami shalat (tarawih) 11 rakaat”. (HR. Malik; Al-Muwatha I:138).

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Said bin Manshur, dan Abu Bakar bin Abi Syaibah menurut Nawawi dalam Atsari Al-Sunnan sanad hadits itu shahih. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:526).

Walhasil keterangan 11 rakaat dalam hadits Umar bin Khattab itu shahih, Tsabit (pasti) dan kuat. Sedang keterangan yang menyatakan 21 rakaat – yang juga riwayat Umar – itu tidak kuat, dan biasanya cara seperti itu hanya berdasar dugaan belaka – Wallahu A’lam. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:527).

Masalah (alasan ketiga):

Menurut Al-Tirmidzi, kebanyakan para ahli ilmu, atas dasar riwayat dari Ali ra dan Umar, juga shahabat lainnya (mereka menetapkan) 20 rakaat (Tuhfat Al-Ahwadzi III:527).

Dan telah shahih (riwayat) bahwa orang-orang di zaman Umar, (mayoritas) ahli fiqih Madzhab Hanafi, Hanbali, dan Daud. (Fiqhu Sunnah I:206)

Penjelasan /Keterangan:

Menurut Al-Nawawi dalam Atsari Al-Sunan, rawi-rawinya orang terpercaya, hany saja Yahya bin Said Al-Anshary tidak sezaman dengan Umar.

Menurut (Pengarang Tuhfat Al-Ahwadzi), yang benar ialah sebagaimana pendapat Al-Nawawi. Maka berarti hadits ini mengqothi’ (terputus), tidak dapat dijadikan hujjah. Di samping itu, hadits ini menyalahi hadits yang telah nyata/pasti dengan sanad yang shahih dari Umar, bahwa beliau telah memerintahkan Uabay bin Ka’ab dan Tamim Al-Dariy untuk mengimami (shalat) orang-orang dengan jumlah 11 rakaat. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:528).

س- عَنْ عَلِيٍّ (ض) وَدَعَا القُرَّاءَ فِى رَمَضَانَ فَاَمَرَ مِنْهُمْ رَجُلاً يُصَلِّى بِالنَّاسِ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً. قَالَ: وَكَانَ عَلِىٌّ (ض) يُوتِرُبِهِمْ. وَرَوَى ذَلِكَ مِنْ وَجْهِ اخَرَ عَنْ عَلِىٍّ. -تحفة الاحوذى 528:3 –

ج-  النَّيْمَوِى بَعْدَ ذِكْرِ هَذَا الاَثَرِ: حَمَّادُبْنُ شُعَيْبٍ ضَعِيْفٌ.

Dari Ali ia memanggil Al-Qura/ahli baca al-Qur’an di bulan Ramadhan, kemudian ia memerintahkan seorang laki-laki dari antara mereka shalat (mengimamiu) mereka 20 rakaat. Ia berkata: “Adalah Ali ra berwitir dengan mereka, dan diriwyatkan pula seperti itu dari Ali melalui jalan lain.” (Tuhfat Al-Ahwadzi III:528)

قَالَ الذَّهَبِى فِى المِيزَانِ: ضَعَّفَهُ ابْنُ مَعِيْنٍ وَغَيْرِهِ, وَقَالَ يَحْيَ مَرَّةً, لايَكْتُبُ حَدِيْثُهُ. وَقَالَ البُخَارِى فِيْهِ نَظَرٌ, وَقَالَ النَّسَائِى ضَعِيْفٌ, وَقَالَ ابنْ ُعَدِى:اَكْثَرُ حَدِيْثِهِ مِمَّا لايََتُابَعُ عَليَْهِ انتْهَىَ كَلاَمُ النَّيْمَوِى قُلْتُ: الامْرُ كَمَا قَالَ النَّيْمَوِى. -تحفة الاحوذى-

Penjelasan/keterangan:

Menurut Al-Naimawi setelah menyebutkan hadits ini. Hamad bin Syu’aib itu dhaif (salah seorang rawinya), menurut al-Dzahabi dalam “Mizan”. Dia talah dinyatakan dlaif oleh Ibnu Ma’in dan imam yang lainnya. Menurut Yahya Murah: Tidak boleh dicatat haditsnya; menurut Imam Bukhori: Ia perlu ditinjau kembali; menurut Nasai ia itu dlaif; menurut Ibnu Ady: Kebanyakan haditsnya tidak teradapat Mutabi (jalan lain yang menguatkan) baginya. Demikian penilaian Al-Naimawy. Menurut pendapatku (penganrang Tuhfat Al-Ahwadzi) yang benar adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Naimawy. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:528).

فائدة :

قَالَ الشَّيْخُ ابْن ُالهَمَّامِ فِى التَّحْرِيْرِ: اِذَا قَالَ البُخَارِى لِلرَّجُلِ فِيْهِ نَظَرٌ فَحَدِيْثُهُ لاَيَحْتَجُّ بِهِ وَلا َيَسْتَشْهِدُبِهِ وَلاَيَصِلُحُ لِلاِعْتِبَارِ

Menurut Syeikh Ibnu al-Hamam dalam “Al-Tahrir”. Jika Bukhori menyatakan “Fihi Nadharun” terahadap seseorang, maka haditsnya tidak dijadikan Syahid (saksi/penguat) juga tidak dapat dijadikan I’tibar. (Tuhfat Al-Ahwadzi).

تنبيه  :

يَسْتَدِلُّ بِهَذَيْنِ الاَثَرَيْنِ عَلىَ اَنَّ عَلِىَّ بْنِ اَبِى طَالِبٍ (ض) اَمَرَ اَنَّ يُصَلىِّ التَرَاوِيْحَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً. وَقَدْ عَرَفْتَ اَنَّ هَذَيْنِ الاَثَرَيْنِ  ضَعِيْفَانِ  لايَصْلُحَانِ لِلاسْتِدْلاَلِ وَمَعَ هَذاَ فِهِمَا مخُلَفِاَن ِلِمَا ثَبَتَ عَنْ رَسُولِ الله (ص) بِالحَدِيْثِ الصَحِيْحِ. -تحفة الاحوذى-

Peringatan:

Dengan dua hadits ini (oleh segolongan) dijadikan dalil/dasar bahwa Ali bin Abi Thalib memerintahkan shalt tarawih 20 rakaat, padahal kamu telah mengetahuinya bahwa hadits itu dlaif, tidak dapat dijadikan dalil, d samping itu (juga) kedua hadits tersebut bertentangan dengan hadits yang shahih dari Rasulullah. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:528).

س_ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِيَّ (ص) كَانَ يُصَلىِّ فِى رَمَضَانَ عِشْرِينَ رَكْعَةً سَوَى الوِتْرِ. انْتَهَى. -تحفة الاحوذى 529:3-

Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat di samping witir. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:529)

ج_ وَهَذَا الحَدِيْثُ ضَعِيْفٌ جِدًّا لاَيَصْلُحُ لِلاسْتِدْلاَلِ فاسْتِدْلاَلهُمُ ْبهَِذَا الحَدِيْثِ لَيْسَ بِصَحِيْحٍ. قَالَ الزَيْلَعِى فِى نَصْبِ الرَّايَةِ: وَهُوَ مَعْلُولٌ بِابْنِ اَبِى شَيْبَةِ وَهُوَ مُتَّفَقٌ عَلىَ ضَعْفِهِ. -تحفة الاحوذى 529:3 –

Penjelasan/Keterangan:

Hadits ini dlaif sekali, tidak dapat dijadikan alasan mereka, hadits ini tidak benar. Menurut Al-Zaila’I dalam “Nashbi Al-Royah”, hadits ini ma’lul (terdapat illat) yaitu Ibnu Abi Syaibah, ia telah disepakati kedlaifannya. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:529).

قَالَ الصَّنْعَانِ : وَاَمَّا الكَمِيَّةُ وَهِيَ جَعْلُهَا عِشْرِيْنَ رَكْعَةً فَلَيْسَ فِيْهِ حَدِيْثٌ مَرْفُوعٌ إلاَّ مَا رَوَاهُ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدِ وَالطَّبْرَانِىُّ مِنْ طَرِيْقٍ ابْنُ شَيْبَةَ إِبْرَهِيْمَ بْنِ عُثْمَانَ عَنِ الحُكْمِ عَنْ مُقْسِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ (ص) كَانَ يُصَلِّى فِى رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَالوِتْرَ.

Menurut Al-Shan’aniy, mengenai jumlah rakaat tarawih 20 rakaat itu, tidak terdapat hadits yang marfu’ (sampai ke Nabi), kecuali hadits yang diiwayatkan Abdi bin Humaid dan Al-Thabraniy dari jalan Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw shalat 20 rakaat berikut witir di bulan Ramadhan.

قَالَ فِى سَبِيْلِ الرَّشَادِ: اَبُو شَيْبَةَ ضَعَّفَهُ اَحْمَدُ وَابْنُ مَعِيْنٍ وَالبُخَارِى وَمُسْلِمٍ وَابُو دَاوْدَ وَالتِّرْمِذِى وَالنَّسَائِى وَغَيْرُهُمْ وَكَذَّبَهُ شُعْبَةَ. -سبل السلام  10:2 –

Dalam (kitab) “Sabil Al-Rasyid” dinyatakan, bahwa Abu Syaibah telah dinyatakan dlaif oleh Ahmad Ibnu Ma’in, Bukhori, Muslim, Abu Daud, Al-Tirmidzi, Al-Nasai dan imam lainnya; demikian juga dia dianggap pendusta oelh Syu’bah. (Subulussalam II:10).

س- وَقَدْ اَدْعَى بَعْضَ النَّاسِ اَنَّهُ قَدْ وَقَعَ الاجْمَاعُ عَلىَ عِشْرِينَ رَكْعَةً فِى عَهْدِ عُمَرَ (ض) وَاسْتَقَرَّ الامْرُ فِى الامْرِ فِى الامْصَارِ.

Masalah:

Sebagian orang telah menyatakan, bahwa telah terjadi ijma’ (kesepakatan) tentang shalat tarawih 20 tarawih di zaman Umar dan hal itu telah berlaku di setiap negara.

ج- قُلْتُ دَعْوَى الاجْمَاعِ عَلىَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاسْتِقْرَارُ الامْرِ عَلَى ذَلِكَ فِى الامْصَارِ بِاطِلَّةٌ جِدًّا. -تحفة الاحوذى 531:3 –

Penjelasan/Keterangan:

Menurutku (pengarang (Tuhfat), bahwa telah terjadi ijma dalam hal shalat tarawih 20 rakaat serta berlaku di setiap negara, itu adalah batal/salah sekali. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:530)

(Dalil) Shalat Tarawih 11 Rakaat

عَنْ ابْنِ سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ  كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ الله (ص) فِى رَمَضَانَ؟ فَقَالَتْ: مَا كَانَ يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلىَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلىِّ اَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ, ثُمَّ يُصَليِّ ثَلاَثًا .(البخارى – فتح البارى)

“Dari Abi Salamah bin Abdu al-Rahman, ia pernah bertanya kepada ‘Aisyah: Bagaimana shalat Rasulullah saw di bulan Ramadhan?. ‘Aisyah menjawab: “Adalah Rasulullah tidak lebih dari 11 rakaat, baik di bulan Ramadlan atau di luar bulan Ramadlan. Beliau shalat empat rakaat, dan juga kau tanyakan mengenai baik serta lamanya, kemudian beliau shalat (lagi) empat rakaat dan jangan kau tanayakan mengenai baik serta lamanya kemudian beliau shalat tiga rakaat.” (HR. al-Bukhori; Fathul Bari IV:251)

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: صَلَّى رَسُولُ الله (ص) فِى رَمَضَانَ  ليَلَةَ ثَمَانٍ رَكَعَاتٍ وَالوِترْ َفَلَمَّا كَانَ مِنَ القَابِلةَ ِ اجْتَمَعْنَا فِي الَمسْجِدِ وَرَجَوْناَ أَنْ يَخْرُجَ إِليَنْاَ فَلَمْ يَزَلْ فِيْهِ حَتَّى أَصْبَحْنَا قَالَ: إِنِّي كَرِهْتُ وَخَشِيْتُ أَنْ يَكْتُبَ عَلَيْكُمْ الوِتْرُ. –ورواه ابن خويمة وابن حبان فى صحيحيهما. –الفتح الرباني 5: 17 –فقه السنة 1: 206-

“Dari Jabir, ia berkata: ‘Rasulullah pernah shalat pada suatu malam Ramadlan delapan rakaat di tambah witir, maka ketika di malam berikutnya kami berkumpul di mesjid dan kami mengharap Nabi ke luar untuk shalat bersama kami, kami senantiasa berada di dalam mesjid sampai shubuh, Nabi besabda: ‘Sesungguhnya kami takut/khawatir shalat witir itu di wajibkan atas kamu”. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaiman dan Ibnu Hibban dalam kedua kitabnya. (shahihain”). (Fathu Robanni V:17; Fiqh Sunnah I:206)

وَرَوَى أَبُو يَعْلىَ وَالطَّبْرَانِيُّ بِسَنَدٍ حَسَنٍ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ إِلَى رَسُوِل الله (ص) فَقَالَ: يَا رَسُولَ الله أَنّهُ كَانَ منى اللَّيْلَةَ شَيْئٌ يَعْنِي فِي رَمَضَانَ   قَالَ: وَمَا ذَاكَ ياَ أَبيِ؟ قَالَ: نِسْوَةٌ فِي دَارِي قُلْنَ: إِنَّا لاَنََقْرَأُ القُرْآنَ فَنُصَلِّي بِصَلاَتِك؟ فَصَليَّتُ بِهِنَّ ثَمَانِي رَكَعَاتٍ وَأَوْتَرْتُ. فَكَانَتْ سُنَّةُ الرِّضَا وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا. –فقه السنة 1:206-

“Abu Ya’la dan Thabrani telah meriwayatkan hadits dengan sanad hasan, ia berkata: Telah datang Ubay bin Ka’ab kepada Rasulullah kemudian ia bertanya: “Wahai Rasulullah sungguh telah terjadi sesuatu tadi malam, yakni di bulan Ramadhan”. Nabi bertanya: “Apakah itu wahai Ubay? Ia menjawab: ‘Perempuan –perempuan di rumahku, merkea bertanya: “Sesungguhnya kami tidak dapat membaca al-Quran, maka (bolehkah) kami shalat bersamamu?” Kemudian aku shalat bersama mereka delapan rakaat, di tambah dengan witir. Maka kejadian tersebut berarti sunnah ridla (sunnah taqririyyah/sikap diam Nabi saw). Nabi pun tidak mengatakan apa-apa”. (Fiqh Sunnah I:206)

قَالَ الَهيْثَمِي فيِ مَجْمَعِ الزَّوَاِئدِ : إِسْنَادُهُ حَسَنٌ. –تحفة الأحوذي-

“Menurut al-Haitsaami dalam (kitab) “Majma’tu Al-Zawaid”, sanadnya hasan. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:526)”

عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ أَنَّهُ قَالَ :أَمَرَ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ  وَتَمِيْمًا الدَارِي يَقُوْمَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى  عَشْرَةَ رَكْعَةً وَكَانَ القَارِئ ُ يَقْرَأُ بِالمِئِيْنِ. –تحفة الأحوذي-

“Dari Saib bin Yazid, ia berkata :” Umar bin Khattab pernah memerintah Ubay bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk memahami orang-orang dengan 11 rakaat akan halnya al-Qari (pembaca/imam) suka membaca kira-kira 100 rakaat”. (Tuhfat Al-Ahwadzi).

وَرَوَاهُ أَيْضًا سَعِيْدُ بْنُ مَنْصُور وَأَبُو بَكْرٍ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ قَالَ: النَوَوِي فِي أَثاَرِ السُّنَنِ: إِسْنَادُهُ صَحِيْحٌ.  –تحفة الأحوذي3: 526-

“Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Saad bin Manshur dan Abu Bakar bin Abi Syaibah. Menurut al-Nawawi di dalam (kitab)  “Atsaari Al-Sunan”. Sanadnya shahih”.

قُلْتُ: القَوْلُ الرَّاجِحُ المُخْتَارُ القَوِيُّ مِنْ حَيْثُ الدَّلِيْل هُوَ هَذَا القَوْلُ الَأخِْيُر الَّذِي اخْتََارَهُ مَالِكٌ لِنََفْسِهِ أَعْنِي احْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً, وَهُوَ الثَّاِبتُ عَنْ رَسُولِ الله ص. بِالسَّنَدِ الصَحِيْحِ بِهَا أَمَرَ عُمَرُبْنُ الخَطَّابِ وَأَمَّا الأَقْوَالُ البَاقِيَةُ فَلَمْ يَثْبُتْ وَاحِدٌ مِنْهَا عَنْ رَسُولِ الله ص. بِسَنَدٍ صَحِيْحٍ خَالَ عَنِ الكَلَامِ. –تحفة الأحوذي 3:523-

“Menurutku (pengarang Tuhfat al-Ahwadzi), pendapat yang paling kuat, dan terpilih di tinjau dari segi dalilnya, adalah pendapat yang terakhir ini, yaitu yang telah dipilih oleh Imam Malik untuk dirinya, yakni (shalat tarawih) dengan 11 rakaat, itulah yang telah pasti dari Nabi saw, dengan sanad yang shahih, serta itu pula yang diperintahkan oleh Umar ra. Adapun beberapa penmdapat lain (di luar 11 rakaat), maka tak satu pun ada yang berdasar hadits Nabi yang shahih- yang sepi dari perbincangan.” (Tuhfat Al-Ahwadzi III:523)

قَالَ الشَّوْكَانِي: وَأَمَّا العَدَدُ الثَّابِتُ عَنْهُ ص. فِي صَلاَتِهِ فِي رَمَضَانَ فَأَخْرَجَ  البُخَارِي وَغَيْرِه عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: مَا كَانَ النَّبِيُّ ص. يَزِيْد فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَْيِرِهِ عَلىَ إِحْدَى عَشْرَةَ  رَكْعَةً. –نيل الأوطار 3:61-

“Menurut al-Syaukani, bahwa jumlah (rakaat tarawih) yang shahih dari Nabi mengenai shalatnya (Nabi) di bulan Ramadhan, maka mengenai hal itu telah dikeluarkan oleh Bukhori serta yang lainnya dalam riwayat Aisyah (dalam hal) mana ia pernah berkata di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan.” (Nailul Author III:61)

KESIMPULAN:

  1. Berdasarkan hadits-hadits tersebut di atas, maka jumlah rakaat tarawih maksimal adalah 11 rakaat.
  2. Jumlah tersebut (11 rakaat) bukan saja di lakukan Nabi di bulan Ramadlan, tetapi juga di  luar bulan Ramadlan (tahazud).
  3. Mereka (orang-orang) yang berpendapat 23 rakaat, 39 rakaat, atau 41 rakaat sama sekali tidak berdasar hadits shahih.
  4. Mereka (orang-orang) yang berpendapat bahaw tarawih yang 23 rakaat itu diamalkan oleh Umar bin Khattab dan Ali ra. Itu tidak benar (karena haditsnya dlaif, justru riwayat yang shahih menyatakan bahwa Umar memerintahkan tarawih 11 (sebelas) rakaat.
  5. Ada ulama yang menyimpulkan bahw tarawih yang utama itu ialah yang 23 rakaat, berdasarkan qaidah “Khairu al-Umuru al-Ausathu” (sebaik-baik urusan itu ialah pertengahannya). 11 rakaat terlalu sedikit; 41 rakaat terlalu banyak, maka yang tengah itu yang 23 rakaat, ialah jumlah yang tengah-tengah antara 11 dengan 41 rakaat. Kesimpulan ini keliru/salah karena mereka hanya berdasarkan qaidah, padahal tentang hal itu telah ada hadits/dalil yang khusus dan shahih.

قيام رمضان

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ (ض) قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ (ص) يَرْغِبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرَ أَنْ يَأْمُرَ فِيْهِ بِعَزِيْمَةِ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. -رواه الجمعة-

عَدَدُ رَكَعَاتِهِ,  وَأَدِلَّتُهُمْ وَالجَوَابُ عَنْهَا

Dari Abu Hurairah ra ia mengatakan bahwa Rasulullah saw menggemarkan (menganjurkan) shalat qiyamu Ramadhan, tetapi tidak dengan perintah yang wajib, Nabi bersabda: “Siapa yang melaksanakan shalat qiyamu Ramadhan atas dasar iman karena Allah, niscaya diampuni dosa-dosa yang telah lalu”. (HR. Jamaah)

س- وَقَدْ رَوَى مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ مِنْ طَرِيْقٍ دَاوْدَبْنِ قَيْسٍ قَالَ: أَدْرَكْتُ النَّاسَ فِى إِمَارَةِ  أَبَانَ بْنِ عُثْمَانَ وَعُمَرَ ابْنِ عَبْدِ العَزِيْزِ يَعْنِى بِالمَدِيْنَةِ يَقُومُونَ بِسِتٍّ وَثَلاَثِيْنَ رَكْعَةً وَيوُتِرُونَ بِثَلاَثٍ. _نيل الاوطار 61:3

Muhammad bin Nashr telah meriwayatkan dari jalan Daud bin Qais, ia berkata: “Aku mendapatkan orang-orang di zaman pemerintahan ABAN BIN UTSMAN dan UMAR BIN ABDUL AZIZ di Madinah, mereka shalat 36 rakaat dan ditambah witir 3 rakaat”. (Nailul Author III:61)

ج_ قَالَ ابْنُ قَدَامَةَ فِى المَُغْنِى وَصَالِحٌ ضَعِيْفٌ ثُمَّ لايَدْرِى مِنَ النَّاسِ الَّذِيْنَ اخْبَرَ عَنْهُمْ فَلَعَلَّهُ قَدْ أَدْرَكَ جَمَاعَةٌ مِنَ النَّاسِ يَفْعَلُونَ ذَلِكَ وَلَيْسَ ذَلِكَ بِحُجَّةٍ. ثُمَّ لَوْ ثَبَتَ أَن أَهْلَ المَدِيْنَةِ كُلُّهُمْ فَعَلُوْهُ لَكَانَ مَا فَعَلَهُ عُمَرُ (ض) وَاجْمَعَ عَلَيْهِ الصَّحَابَةُ فِى عَصْرِهِ أَوْلَى بِالإِتِّبَاعِ. -الفتح الربان 18:5 –

Menurut Ibnu Qadamah dalam al-Mughni (dalam hadits tersebut terdapat rawi bernana SHALIH), dia itu dlaif, lalu tidak diketahui siapakah yang dimaksud “Orang-orang” dalam keterangan tersebut?

Barangkali ia mendapatkan segolongan yang melakukan hal itu (23 rakaat) dan hal itu tidak bisa dijadikan hujjah. Kemudian andai penduduk Madinah (masa itu) seluruhnya melakukan hal itu tentu saja apa yang dilakukan Umar (shalat tarawih 11 rakaat) dan yang telah disepakati para shahabat lainnya tentu lebih utama untuk diikuti. (Fathu Robbani V:18)

س- عَنْ يَزِيْدَ بْنِ رُومَانَ اَنَّهُ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِى زَمَانِ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ فِى رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً. _رواه مالك –الموطأ 138:1 ,فتح البارى 253:4

Masalah (kedua):

Dari Yazid bin Ruman, ia berkata: “Adalah manusia di zaman Umar bin al-Khattab shalat Tarawih di (bulan) Ramadhan berjumlah 23 rakaat” (HR. Malik; Al-Muwatha I:138; Fathu Al-Bari IV: 253)

ج- رَوَاهُ البَيْهَقِى لَكِنَّهُ مُرْسَلٌ فَاِنَّ يَزِيْدَ بْنَ رُوْمَانَ لَمْ يُدْرِكْ عُمَرَ. -المجموع   شرح المهذب 33:4 –

-وَهَذَا مُخَالِفٌ لِمَا هُوَ اصَحَّ مِنْهُ وَهُوَ: عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ أَنَّهُ قَالَ: اَمَرَ عُمَرَ الخَطَّابِ (ض)

Penjelasan:

Hadits tersebut (di atas) diriwayatkan oleh Baihaqi, namun haditsnya Mursal, karena Yazid bin Ruman tidak bertemu (sezaman) dengan Umar. (Al-Majmu IV:33)

(Ditambah pula) hadits tersebut menyalahi hadits yang lebih shalih, yang diriwayatkan dari Umar, yaitu: “Dari Said bin Yazid, ia berkata: “Umar bin Al-Khattab pernah memerintah kepada Ubay bin Ka’ab dari Tamim Al-Dariy untuk mengimami shalat (tarawih) 11 rakaat”. (HR. Malik; Al-Muwatha I:138).

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Said bin Manshur, dan Abu Bakar bin Abi Syaibah menurut Nawawi dalam Atsari Al-Sunnan sanad hadits itu shahih. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:526).

Walhasil keterangan 11 rakaat dalam hadits Umar bin Khattab itu shahih, Tsabit (pasti) dan kuat. Sedang keterangan yang menyatakan 21 rakaat – yang juga riwayat Umar – itu tidak kuat, dan biasanya cara seperti itu hanya berdasar dugaan belaka – Wallahu A’lam. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:527).

Masalah (alasan ketiga):

Menurut Al-Tirmidzi, kebanyakan para ahli ilmu, atas dasar riwayat dari Ali ra dan Umar, juga shahabat lainnya (mereka menetapkan) 20 rakaat (Tuhfat Al-Ahwadzi III:527).

Dan telah shahih (riwayat) bahwa orang-orang di zaman Umar, (mayoritas) ahli fiqih Madzhab Hanafi, Hanbali, dan Daud. (Fiqhu Sunnah I:206)

Penjelasan /Keterangan:

Menurut Al-Nawawi dalam Atsari Al-Sunan, rawi-rawinya orang terpercaya, hany saja Yahya bin Said Al-Anshary tidak sezaman dengan Umar.

Menurut (Pengarang Tuhfat Al-Ahwadzi), yang benar ialah sebagaimana pendapat Al-Nawawi. Maka berarti hadits ini mengqothi’ (terputus), tidak dapat dijadikan hujjah. Di samping itu, hadits ini menyalahi hadits yang telah nyata/pasti dengan sanad yang shahih dari Umar, bahwa beliau telah memerintahkan Uabay bin Ka’ab dan Tamim Al-Dariy untuk mengimami (shalat) orang-orang dengan jumlah 11 rakaat. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:528).

س- عَنْ عَلِيٍّ (ض) وَدَعَا القُرَّاءَ فِى رَمَضَانَ فَاَمَرَ مِنْهُمْ رَجُلاً يُصَلِّى بِالنَّاسِ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً. قَالَ: وَكَانَ عَلِىٌّ (ض) يُوتِرُبِهِمْ. وَرَوَى ذَلِكَ مِنْ وَجْهِ اخَرَ عَنْ عَلِىٍّ. -تحفة الاحوذى 528:3 –

ج-  النَّيْمَوِى بَعْدَ ذِكْرِ هَذَا الاَثَرِ: حَمَّادُبْنُ شُعَيْبٍ ضَعِيْفٌ.

Dari Ali ia memanggil Al-Qura/ahli baca al-Qur’an di bulan Ramadhan, kemudian ia memerintahkan seorang laki-laki dari antara mereka shalat (mengimamiu) mereka 20 rakaat. Ia berkata: “Adalah Ali ra berwitir dengan mereka, dan diriwyatkan pula seperti itu dari Ali melalui jalan lain.” (Tuhfat Al-Ahwadzi III:528)

قَالَ الذَّهَبِى فِى المِيزَانِ: ضَعَّفَهُ ابْنُ مَعِيْنٍ وَغَيْرِهِ, وَقَالَ يَحْيَ مَرَّةً, لايَكْتُبُ حَدِيْثُهُ. وَقَالَ البُخَارِى فِيْهِ نَظَرٌ, وَقَالَ النَّسَائِى ضَعِيْفٌ, وَقَالَ ابنْ ُعَدِى:اَكْثَرُ حَدِيْثِهِ مِمَّا لايََتُابَعُ عَليَْهِ انتْهَىَ كَلاَمُ النَّيْمَوِى قُلْتُ: الامْرُ كَمَا قَالَ النَّيْمَوِى. -تحفة الاحوذى-

Penjelasan/keterangan:

Menurut Al-Naimawi setelah menyebutkan hadits ini. Hamad bin Syu’aib itu dhaif (salah seorang rawinya), menurut al-Dzahabi dalam “Mizan”. Dia talah dinyatakan dlaif oleh Ibnu Ma’in dan imam yang lainnya. Menurut Yahya Murah: Tidak boleh dicatat haditsnya; menurut Imam Bukhori: Ia perlu ditinjau kembali; menurut Nasai ia itu dlaif; menurut Ibnu Ady: Kebanyakan haditsnya tidak teradapat Mutabi (jalan lain yang menguatkan) baginya. Demikian penilaian Al-Naimawy. Menurut pendapatku (penganrang Tuhfat Al-Ahwadzi) yang benar adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Naimawy. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:528).

فائدة :

قَالَ الشَّيْخُ ابْن ُالهَمَّامِ فِى التَّحْرِيْرِ: اِذَا قَالَ البُخَارِى لِلرَّجُلِ فِيْهِ نَظَرٌ فَحَدِيْثُهُ لاَيَحْتَجُّ بِهِ وَلا َيَسْتَشْهِدُبِهِ وَلاَيَصِلُحُ لِلاِعْتِبَارِ

Menurut Syeikh Ibnu al-Hamam dalam “Al-Tahrir”. Jika Bukhori menyatakan “Fihi Nadharun” terahadap seseorang, maka haditsnya tidak dijadikan Syahid (saksi/penguat) juga tidak dapat dijadikan I’tibar. (Tuhfat Al-Ahwadzi).

تنبيه  :

يَسْتَدِلُّ بِهَذَيْنِ الاَثَرَيْنِ عَلىَ اَنَّ عَلِىَّ بْنِ اَبِى طَالِبٍ (ض) اَمَرَ اَنَّ يُصَلىِّ التَرَاوِيْحَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً. وَقَدْ عَرَفْتَ اَنَّ هَذَيْنِ الاَثَرَيْنِ  ضَعِيْفَانِ  لايَصْلُحَانِ لِلاسْتِدْلاَلِ وَمَعَ هَذاَ فِهِمَا مخُلَفِاَن ِلِمَا ثَبَتَ عَنْ رَسُولِ الله (ص) بِالحَدِيْثِ الصَحِيْحِ. -تحفة الاحوذى-

Peringatan:

Dengan dua hadits ini (oleh segolongan) dijadikan dalil/dasar bahwa Ali bin Abi Thalib memerintahkan shalt tarawih 20 rakaat, padahal kamu telah mengetahuinya bahwa hadits itu dlaif, tidak dapat dijadikan dalil, d samping itu (juga) kedua hadits tersebut bertentangan dengan hadits yang shahih dari Rasulullah. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:528).

س_ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِيَّ (ص) كَانَ يُصَلىِّ فِى رَمَضَانَ عِشْرِينَ رَكْعَةً سَوَى الوِتْرِ. انْتَهَى. -تحفة الاحوذى 529:3-

Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat di samping witir. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:529)

ج_ وَهَذَا الحَدِيْثُ ضَعِيْفٌ جِدًّا لاَيَصْلُحُ لِلاسْتِدْلاَلِ فاسْتِدْلاَلهُمُ ْبهَِذَا الحَدِيْثِ لَيْسَ بِصَحِيْحٍ. قَالَ الزَيْلَعِى فِى نَصْبِ الرَّايَةِ: وَهُوَ مَعْلُولٌ بِابْنِ اَبِى شَيْبَةِ وَهُوَ مُتَّفَقٌ عَلىَ ضَعْفِهِ. -تحفة الاحوذى 529:3 –

Penjelasan/Keterangan:

Hadits ini dlaif sekali, tidak dapat dijadikan alasan mereka, hadits ini tidak benar. Menurut Al-Zaila’I dalam “Nashbi Al-Royah”, hadits ini ma’lul (terdapat illat) yaitu Ibnu Abi Syaibah, ia telah disepakati kedlaifannya. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:529).

قَالَ الصَّنْعَانِ : وَاَمَّا الكَمِيَّةُ وَهِيَ جَعْلُهَا عِشْرِيْنَ رَكْعَةً فَلَيْسَ فِيْهِ حَدِيْثٌ مَرْفُوعٌ إلاَّ مَا رَوَاهُ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدِ وَالطَّبْرَانِىُّ مِنْ طَرِيْقٍ ابْنُ شَيْبَةَ إِبْرَهِيْمَ بْنِ عُثْمَانَ عَنِ الحُكْمِ عَنْ مُقْسِمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ (ص) كَانَ يُصَلِّى فِى رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَالوِتْرَ.

Menurut Al-Shan’aniy, mengenai jumlah rakaat tarawih 20 rakaat itu, tidak terdapat hadits yang marfu’ (sampai ke Nabi), kecuali hadits yang diiwayatkan Abdi bin Humaid dan Al-Thabraniy dari jalan Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw shalat 20 rakaat berikut witir di bulan Ramadhan.

قَالَ فِى سَبِيْلِ الرَّشَادِ: اَبُو شَيْبَةَ ضَعَّفَهُ اَحْمَدُ وَابْنُ مَعِيْنٍ وَالبُخَارِى وَمُسْلِمٍ وَابُو دَاوْدَ وَالتِّرْمِذِى وَالنَّسَائِى وَغَيْرُهُمْ وَكَذَّبَهُ شُعْبَةَ. -سبل السلام  10:2 –

Dalam (kitab) “Sabil Al-Rasyid” dinyatakan, bahwa Abu Syaibah telah dinyatakan dlaif oleh Ahmad Ibnu Ma’in, Bukhori, Muslim, Abu Daud, Al-Tirmidzi, Al-Nasai dan imam lainnya; demikian juga dia dianggap pendusta oelh Syu’bah. (Subulussalam II:10).

س- وَقَدْ اَدْعَى بَعْضَ النَّاسِ اَنَّهُ قَدْ وَقَعَ الاجْمَاعُ عَلىَ عِشْرِينَ رَكْعَةً فِى عَهْدِ عُمَرَ (ض) وَاسْتَقَرَّ الامْرُ فِى الامْرِ فِى الامْصَارِ.

Masalah:

Sebagian orang telah menyatakan, bahwa telah terjadi ijma’ (kesepakatan) tentang shalat tarawih 20 tarawih di zaman Umar dan hal itu telah berlaku di setiap negara.

ج- قُلْتُ دَعْوَى الاجْمَاعِ عَلىَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاسْتِقْرَارُ الامْرِ عَلَى ذَلِكَ فِى الامْصَارِ بِاطِلَّةٌ جِدًّا. -تحفة الاحوذى 531:3 –

Penjelasan/Keterangan:

Menurutku (pengarang (Tuhfat), bahwa telah terjadi ijma dalam hal shalat tarawih 20 rakaat serta berlaku di setiap negara, itu adalah batal/salah sekali. (Tuhfat Al-Ahwadzi III:530)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Leave a Reply