EnglishArabicIndonesian

Sukasrana

Ada banyak cerita kuno yang menjadi legenda dan merupakan pelajaran bagi manusia dan kehidupan didepannya, salah satunya, ceritera Sukasrana yang terlahir berujud denawa cebol.

Alkisah seorang pertapa sakti yang bernama Resi Suwandagni memiliki dua orang anak :

1. Bambang Somantri, berujud kstria yang sempurna, tampan dan memiliki banyak kesaktian, agak sedikit sombong yang salah satu penyebabnya memiliki adik berujud denawa cebol. Sebenarnya kedua saudara itu saling menyayangi, hingga pada suatu hari Bambang Somantri menyatakan hasratnya untuk menjadi pegawai negeri di kerajaan Mahesapati dengan rajanya baginda Arjuna Sasrabahu. Sang Resi tidak bisa menolak kehendak anaknya tersebut, maka pergilah Bambang Somantri ke kerajaan Mahesapati diiringi tatapan penyesalan dari Sang Resi dan isak tangis sang adik yang denawa cebol tersebut.

2. Sukasrana, seorang denawa cebol yang sakti mandraguna melebihi kesaktian kakaknya Bambang Somantri. Sebenarnya Sukasrana ingin ikut ke Mahesapati dengan kakaknya, namun karena Bambang Somantri merasa malu memiliki adik yang berujud denawa cebol tersebut, akhirnya Sukasrana ditinggal dalam keadaan kecewa. Sering Sukasrana menangis dan berteriak memanggil kakaknya, kadang mimpi bersama-sama bertarung mengalahkan para pengacau negeri Mahesapati, Keadaan demikian itu terkadang diungkapkan pada sang Resi yang sudah tua, namun tetap sang Resi tidak mengizinkan Sukasrana ikut menyusul kakaknya.

Ketika rindu sang adik sampai pada puncaknya, pada saat itu pula sang kakak sedang kebingungan, karena tidak bisa melaksanakan tugasnya untuk memindahkan taman Sriwedari dari kahyangan ke nergeri Mahesapati sebagai titah pertamanya untuk menjadi mahapatih di Mahesapati.

Lazimnya dua bersaudara, terkadanga memiliki indra keenam untuk  melakukan komunikasi, apalagi Bambang Somantri dan Sukasrana dua anak Begawan sakti, tentu saja suasana itu dapat dengan mudah dijadikan alasan bagi sang Sukasrana untuk pergi ke Mahesapati agar dapat membantu Bambang Somantri, Sang ayahpun Resi Suwandagni tidak bisa menolaknya, hanya berpesan agar Sukasrana tidak menemui kakaknya ditempat keramaian dan atau pada siang hari, artinya mereka harus bertemu secara sembunyi-sembunyi.

Dalam pertemuan rahasia itu disepakati hal-hal sebabagi berikut :

1. Sukasrana bersedia memindahkan taman Sriwedari dari kahyangan ke alun-alun kota Mahesapati malam ini juga.

2. Sukasrana tidak boleh menemui Bambang Somantri ditempat keramaian dan siang hari.

3. Pertemuan-pertemuan selanjutnya tergantung kepada kebutuhan Bambang Somantri, artinya Sukasrana hanya diam menunggu di tempat yang ditentkan kemudian.

Maka, keesokan harinya terjadilah sebuah keajaiban, dimana tepat di alun-alun Mahesapati berdiri dengan kokoh dan indah taman Sriwedari dari kahyangan. Raja dan permaisuri pun bergembira sekaligus memuji kesaktian Bambang Somantri, dan pesta pun dimulai sebagai rasa syukur menyertai pelantikan Bambang Somanti menjadi Mahapatih, Sukasrana menyaksikan dari persembunyiannya dengan rasa bahagia telah bisa menolong kakaknya dan memberikan andil besar penobatan tersebut.

Keadaan tetap seperti demikian, sehingga suatu saat, pada suatu malam sang Permaisuri melihat monster kecil di rerimbunan taman Sriwedari, dengan bergegas dilaporkan dan mendesak kepada Mahapatihnya Bambang Somantri untuk membunuh Denawa cebol tersebut.

Dengan sigap Mahapatih mengambil busur dan panahnya, walaupun dalam hatinya merasa yakin, bahwa yang dimaksud monster kecil itu adalah adiknya Sukasrana.

Dengan maksud menakut-nakuti, dan agar kesepakatan dibatalkan dengan menyuruh adiknya pulang kampung, Bambang Somantri menarik anak panah sambil terus menyuruh adiknya pulang, suasana sangat tidak terkendali, yang satu tetap pada pendiriannya agar Sukasrana pulang, yang satunya lagi merasa yakin kakaknya Bambang Somantri tidak mungkin berani membunuhnya, bukankah Sukasrana telah membantunya?, tapi demikianlah kehidupan, tangan Somantri bergetar, ketika adiknya tetap tak bergeming walaupun anak panah telah membidik dadanya, dan akhirnya situasi emosional semakin tak terkendali, tangan yang bergetar terlepas, sehingga anak panah tersebut menancap dengan sempurna di dada sang adik yang sekaligus mengantarkan kematiannya.

Nun jauh didepan, ketika Negara Mahesapati diserbu Kerajaan Alengka dibawah pimpinan perang Sang Dasamuka (Rahwana), Bambang Somantri gugur ditangan Rahwana sendiri sebagai titipan amarah Sukasrana adiknya yang begitu disayangi.

Kesimpulan

Ada sesuatu yang bisa dijelaskan ketika kebersaudaraan terhalang jabatan dan gengsi, ada yang bisa dijelaskan ketika qodo/qodar dijadikan penghalang silaturahmi, dan ada banyak bisa dijelaskan manakala kasih sayang antara dua saudara atau lebih hanya ada di tingkat rasa tidak sampai kepada keyakinan bahwa hidup adalah menjaga agar kemanusiaan tetap terjaga.

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn

Leave a Reply