Categories
Book Reviews Treasure

Bumi Manusia: Penindas Tak Selamanya Menindas

Novel ini adalah novel pertama dari Tetaralogi Buru karangan Pramoedya Ananta Toer; Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Mengambil latar masa kolonial Belanda pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Cerita ini diawali dengan pengenalan tokoh utama, yakni Minke. Ia merupakan seorang pribumi berdarah Priyayi yang bersekolah di HBS (Sekolah Eropa). Sekolah orang-orang Eropa begitu terkenal di seluruh penjuru negeri, karena mengajarkan pendidikan ala “Barat.” Semua guru-gurunya pun berasal dari Eropa.

Tingkatan Pendidikan Masa Kolonial

  1. Eurospeesch Large School (ELS)
  2. Hollandsch Inlandsch School (HIS)
  3. Hollandsch Chinessche School (HCS)
  4. Meer Ultegebreid Large Onderwits (MULO)
  5. Algameene Middlebare School (AMS)
  6. Stovia (Sekolah Dokter)

Nah, pada masa itu, pribumi dianggap rendah di tanah airnya sendiri. Lebih rendah daripada keturunan Eropa murni atau totok, maupun Eropa-Campur alias indo. Oleh sebab itu, banyak pribumi yang enggan mengakui kepribumian mereka, tapi, tidak dengan Minke. Meskipun budaya Eropa telah masuk ke dalam dirinya dan pribadinya ‘melenceng’ dari orang Jawa, ia tidak malu mengakui kepribumianya.

Suatu hari Minke ditantang oleh teman sekolahnya, Robert Suurhof, untuk menaklukkan seorang gadis yang tinggal di Wonokromo. Gadis itu adalah adik dari temannya, Robert Mellema. Melalui tantangan itu, Robert Suurhof bermaksud hendak mempermalukan Minke, karena ia yakin tak ada darah Eropa sama sakali dalam diri Minke. Tak ingin harga diri pribuminya diinjak dan dianggap pengecut, Minke menerima tawaran tersebut.

Keesokan harinya Minke dan Robert Suurhof berangkat menuju Wonokromo. Mereka tiba di Boerderij Buitenzorg, kediaman milik Herman Mellema. Boerderij Buitenzorg merupakan sebuah  rumah yang sekaligus memiliki perternakan dan perkebunan terbesar di Wonokromo. Rumah itu sangat terkenal, sebab dijaga oleh seorang Madura bertubuh kekar bernama Darsam. Itu sebabnya tidak ada orang yang berani macam-macam dengan rumah itu.

Sesampainya di Boerderij Buitenzorg, mereka disambut oleh Robert Mellema, seorang indo yang kurang ramah. Mereka mulai saling berbincang, dan tak lama kemudian, keduanya pergi keluar meninggalkan Minke dengan adik Robert Mellema, Annelies.

Annelies tentu juga seorang indo, yang sugguh rupawan dan ramah, tidak seperti kakaknya. Sikapnya sangat bersahabat. Bahkan, ia kemudian mengajak Minke untuk mengelilingi Boerderij Buitenzorg. Annelies pun mengenalkan Minke kepada ibunya, Nyai Ontosoroh.

Nyai Ontosoroh adalah seorang pribumi yang menjadi gundik atau istri tidak sah Herman Melllema. Namun, meski hanya seorang gundik, tapi ia terlihat begitu terpelajar seperti orang-orang Eropa. Ia begitu kuat menghadapi kehidupan, dan begitu luar biasa karena mampu memegang dan mengendalikan banyak perusahaan di Wonokrono dengan sangat baik tanpa bantuan suaminya yang brengsek itu.

Dengan cepat Minke menjadi bagian dari kisah hidup Annelies dan Nyai Ontosoroh. Anelies jatuh hati pada Minke, dan begitu pun sebalikya. Nyai Ontosoroh juga mendukung hubungan mereka. Hanya saja, sayangnya kematian Tuan Herman Mellema membuat Annelies dan Minke yang kemudian menikah, berada di ujung tanduk. Hal itu karena pernikahan seorang pribumi dan indo tidak dibenarkan oleh hukum bangsa kulit putih, atau hukum Belanda. Hukum kulit putih alias hukum Belanda itu sangat menindas dan merugikan pribumi. Sampai-sampai, karena hukm kulit putih itu, Minke dan Nyai Ontosoroh harus menyerahkan orang yang paling mereka cintai, Annelies, kepada Belanda.

Bangsa kulit putih tidak hanya menindas dengan hukum pernikahannya, tapi juga menerapkan kebijakan-kebijakan yang membuat pribumi semain melarat:

  1. Monopoli Perdangan VOC
  2. Rodi/Kerja paksa
  3. Landrent/Sewa Tanah
  4. Tanam Paksa
  5. Politik Etis

Belanda memang punya kebijakan untuk membolehkan pribumi bersekolah di sekolah mereka, tapi dengan catatan, hanya pribumi dari kalangan priyayi (kaya).

Lain dulu lain sekarang. Zaman sekarang, meski kita hanyalah orang biasa, jangan jadikan itu penghalang untuk menjadi seorang yang luar biasa, atau khususnya, menjadi perempuan yang luar biasa. Untuk menjadi orang sukses, tak akan cukup jika hanya dengan keinginan, tapi juga harus mempunyai tekad, usaha, dan komitmen yang kuat.

Contohnya Nyai Ontosoroh. Bisa dikatakan, ia berasal dari orang tidak mampu dan tidak berpendidikan. Buktinya, ayahnya sampai menjual anaknya sendiri kepada Herman Mellema untuk dijadikan gundik. Sungguh begitu tega! Seorang ayah menjual anaknya sendiri demi mendapatkan kekuasaan dan kekayaan yang sifatnya hanya sementara.

Namun kemudian, apa yang terjadi dengan seorang gadis yang dijual ayahnya sendiri? Nyai Ontosoroh tidak menyerah. Melalui perjuangan keras bisa menjadi orang besar dan sangat dihormati banyak kalangan karena kedermawanannya. Ia pun terkenal karena kesabarannya mengurus kedua anaknya dan seorang suami brengsek, dan sukses pula dalam mengurus perusahaan.

Tanpa bersekolah, Nyai Ontosoroh mampu belajar sendiri. Ia mampu mempelajari segala hal dengan ulet dan cekatan. Hasilnya, berkat semangat, tekad, usaha serta komitmen yang tinggi, ia bisa menguasai semuanya. Dan untuk mencapainya, tentu harus ada keinginan untuk berubah.

Orang yang jahat tidak mungkin selamanya jahat, pasti ada saat-saat baiknya. Seperti orang Belanda. Mereka tidak hanya menindas tapi juga memberi kebajikan walau sedikit. Jadi bisa dilihat, orang jahat pun kadang akan berbuat baik walaupun sedikit.

Kembali kepada Minke. Kita bisa mencontohnya yang tidak malu mengakui kepribumiannya. Jika kita bukan dari keluarga berada, tidak perlu malu untuk mengakui keadaan kita yang sebenarnya. Sebab hakikatnya, sekeras apa pun mencoba, kita tak akan pernah mampu mengelak dari kenyataan. Lagian lebih baik jujur, kan indah? Daripada berbohong? Poek!

Hayu urang berlaku baik jeung jujur, supaya hirup arurang tenang, damai, tentram. Pokona mah, ulah hayang jadi jelema anu dipikangewa ku nu lain. Eh, saha anu hayang nya? Ha-ha. Punten, pastilah harayang hirup tenang kan? Hayu atuh urang saling ngajaga, saling ngarangkul, saling sasalingan wehlah.

Jadi kawan-kawan, mari kita ubah diri kita untuk menjadi lebih baik lagi. Jangan pernah putus asa. Terus semangat. Tak perlu dengar ocehan maupun nyinyiran orang–orang yang … begitulah. Mereka tak berhak menghalang-halangi jalan keberhasilan kita. Terus maju, pantang mundur. Keberhasilan ada di tangan kita. Ingat, “Barangsiapa yang bersungguh-sungguh, maka dapatlah ia.”

Yang baik tambah lebih baik-baik-baik lagi

Yang buruk ada peluang untuk menjadi baik

Utamakan kepentigan bukan keinginan       

Sekedar mengingatkan kepentingan adalah pendorong untuk menjadi sukses dan keinginan terkadang jadi penghalang keberhasilan kita.

Judul Bumi Manusia | Penulis Pramoedya Ananta Toer| Penerbit Lentera Dipantara| Tebal 535 hal| Peresensi Aisyah Faujiah | Penyunting Ridwan Malik

By Aisyah Faujiah

Membuatku tidak berdamai dengan keadaan)

Leave a Reply